Liputan6.com, Jakarta Empat dari lima penduduk Indonesia merupakan perokok pasif atau mereka yang terpapar asap rokok (second-hand smoke). Hal ini diungkap oleh Perwakilan World Health Organization (WHO), Dr N Paranietharan pada acara Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Kementerian Kesehatan pada Kamis (31/5/2018).
"Ini isu serius," ujar Paranietharan dalam kesempatan tersebut. Dia mengungkapkan, jumlah tersebut merupakan 80 persen dari penduduk Indonesia.
Baca Juga
Walaupun begitu, Paranietharan menyatakan kegembiraannya akan upaya pengendalian yang dilakukan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, serta para pemerintah daerah untuk mengendalikan fenomena tersebut.
Advertisement
"Saya gembira melihat komitmen dan upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah yang mendukung pengendalian tembakau. Ini perlu melibatkan setiap orang," ucap Paranietharan.
Paranietharan mengatakan jika mengacy pada Sustaniable Development Goals atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2025, Indonesia masih harus menurunkan konsumsi tembakau hingga sepertiga, dari 68 persen menjadi 45 persen pada 2025.
"Kita memiliki waktu 7 tahun," ujar pria yang kerap disapa Paranie tersebut.
Â
Simak juga video menarik berikut ini:
Â
Kenaikan Pajak Tak Sebabkan Negara Rugi
Dia menyatakan, pajak tembakau merupakan suatu hal yang penting untuk mengendalikan hal ini. Bahkan menurutnya, tidak ada hubungannya dengan kenaikan pajak tembakau dengan kerugian negara.
"Saya ingin menghapus mitos tentang pajak tembakau, bahwa kalau pajak ditingkatkan negara merugi. Tidak ada bukti yang menunjukkan hal tersebut. Industri terus meraih keuntungan, dan sebenarnya petani dapat menanam tanaman jenis lain yang menguntungkan," ujar Paranie.
Paranie menambahkan, Indonesia harus belajar dari Filipina. Negara tersebut meningkatkan pajak tembakau dan menimbulkan turunnya jumlah perokok.
Hal ini penting karena 25 persen kematian akibat penyakit jantung disebabkan konsumsi rokok.
Bahkan, laporan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menyatakan, penyakit kardiovaskular menyebabkan beban finansial tertinggi sebesar Rp 33,1 triliun.
Advertisement