Sukses

Jejak Langkah Kejayaan Martha Tilaar: Dakocan, Geisha, dan Rasa Malu

Martha Tilaar, namanya kini telah melegenda di dunia kecantikan Indonesia. Siapa sangka dia dulu dipanggil Dakocan karena tidak pernah merawat diri.

Liputan6.com, Jakarta Ketika berbicara tentang dunia kecantikan di Tanah Air, akan ada satu nama yang pasti disebut, Martha Tilaar. Martha Tilaar adalah sosok di balik beberapa merek produk kecantikan terlaris di Indonesia. Kiprahnya sudah puluhan tahun, hingga sosok wanita Jawa ini kemudian melegenda.

Ketika tim Health-Liputan6.com bertemu Martha Tilaar di kantornya di area Pulo Gadung, wanita berumur 80 tahun ini memang tampil selayaknya pakar kecantikan. Kulitnya yang masih mulus dan bersih dihias riasan tipis yang membuatnya terlihat sangat awet muda.

Sekali melihat, tidak ada yang menyangsikan kalau perempuan kelahiran 4 September 1937 ini memang sosok penting dalam dunia kecantikan Indonesia. Namun ternyata, Martha Tilaar tak selalu tampil feninin dan anggun.

"Dulu saya dijuluki Dakocan," kenangnya sambil tertawa. "Kulit saya hitam karena sering main di sawah."

Martha Tilaar dibesarkan di sebuah desa kecil bernama Gombong, di Kebumen, Jawa Tengah. Kakeknya diberi kepercayaan oleh pemerintahan Belanda untuk merawat sapi-sapi mereka, dan mensuplai susu serta roti.

Di balik tanah peternakan keluarga Martha Tilaar, ada sawah dan sungai yang terhampar luas.

"Jadi saya sebagai anak yang nakal banget, yang aktif, jadi saya main di situ. Akibatnya jadi saya iteeem, iteeem sekali," tawanya.

Kebiasaan Martha Tilaar ini baru mulai berubah ketika ia masuk ke sekolah guru, di usia remaja.

"Di sekolah saya sering dipanggil, 'Eh dakocan, dakocan.' Saya jadi sedih," lanjutnya. Ibunya pun menyarankan Martha Tilaar untuk merawat dirinya lebih baik. "Nanti murid-murid kamu takut, lho," ujar sang Ibu kala itu.

Hal ini membuat Martha Tilaar sadar, kalau ia harus berubah, harus berdandan, agar ia merasa lebih percaya diri.

Ia pun kemudian dikenalkan dengan teman ibunya, yang bernama Titiek Soeroso, seorang ahli kecantikan tradisional. Bersama Ibu Titiek ini, Martha Tilaar kemudian les kecantikan.

"Ibu Titiek ini, aduh, cantik sekali...," kenangnya lagi. Penampilan Ibu Titiek yang ayu mendorong Martha untuk berubah.

Bersama Ibu Titiek inilah Martha Tilaar belajar bagaimana merawat diri. Kulitnya jadi lebih cerah, dan Martha menjadi lebih percaya diri. Dan tidak hanya mengubah penampilannya, pelajarannya bersama Titiek Soeroso membuat Martha Tilaar jadi memiliki passion di dunia kecantikan.

 

 

 

 

 

2 dari 4 halaman

Belajar Kecantikan di Amerika Serikat

Tahun 60-an, Martha Tilaar mendampingi sang Suami, Henry Alex Rudolf Tilaar, belajar ke Amerika Serikat. Di Negeri Paman Sam ini, Martha mengisi waktu luangnya dengan bekerja sebagai babysitter.

"Uang saya besar, di sana tuh babysitter bayarannya luar biasa," tutur Martha. Suaminya lalu meminta Martha untuk tidak membelanjakan uangnya, tapi menggunakannya untuk mengejar cita-cita.

"'Kamu cari kamu ingin jadi apa setelah ini,' kata suami saya. `Saya ingin jadi ahli kecantikan.'"

 

Martha Tilaar kemudian masuk ke Academy of Beauty Culture, akademi kecantikan di Bloomington, Indiana, Amerika Serikat.

Martha sangat bersyukur karena penghasilannya sebagai babysitter memungkinkannya belajar di akademi yang bayarannya tidak murah.

"Saya bisa dapat 2.000 dolar sebulan, jauh lebih besar dari uang beasiswa suami saya yang cuma sekitar 210 dolar," kenangnya sambil tertawa.

Pendidikannya di akademi kecantikan itu memantapkan langkah Martha untuk fokus di dunia kecantikan. Dan pengalamannya selama di Barat ini membuatnya sadar, kulit wanita di sana dan wanita Indonesia berbeda. Hal ini juga yang mendorongnya fokus pada seni kecantikan tradisional Indonesia.

"It's a different world, we are not the same," ujar Martha. "Tapi orang Indonesia kan, everything from the west is the best. Inilah mindset yang ingin saya ubah."

3 dari 4 halaman

Cantik ala Indonesia itu berbeda

Sejak masih di Amerika Serikat, Martha Tilaar sudah bertekad, sepulangnya ke Tanah Air, dia ingin mengubah pola pikir wanita Indonesia tentang kecantikan. Agar tak melulu mengacu dan berkiblat ke Barat.

Lagipula, menurut wanita kelahiran Kebumen ini, persepsi cantik di Barat dan Indonesia juga berbeda. Martha menjelaskan, di Barat, wanita dianggap cantik berdasarkan bagaimana ia membawa dan menampilkan dirinya. Seperti misalnya, cara mereka berdandan, cara mereka berjalan, dan cara mereka berpakaian.

Tapi hal yang sama tidak berlaku untuk wanita Indonesia.

"Kalau di kita, cantik itu adalah rupa sampat wahya biantara. Cantik itu adalah rupa, tapi juga batin, inner beauty," jelas Martha Tilaar. "Cantik di Indonesia itu adalah cantik lahir batin."

Sambil bergurau, Martha mengatakan, karena penampilan luarnya jelek, maka di dalamnya ia harus cantik.

"Harus rendah hati, tahu diri, very friendly," paparnya.

Tapi perjalanan Martha mengangkat kecantikan Indonesia ini bukanlah perkara mudah. Belum lagi, begitu orang-orang di sekitarnya tahu ia ingin mengangkat dunia kecantikan tradisional Indonesia, mereka malah mempertanyakan kewarasan Martha.

"Waktu saya datang ke Indonesia dan mau mengubah pola pikir mereka, oh dianggap aku orang gila," ceritanya.

"'Kenapa kok kamu belajar ke kampung-kampung? Kamu kan dari Amerika, high-tech, western,' tanya mereka. Tapi saya harus, karena kita tidak punya literatur kecantikan," jelasnya.

 

Inilah yang mendorong Martha menempuh perjalanan panjang untuk mengungkap berbagai rahasia kecantikan dan kesehatan tradisional Indonesia. Bersama eyangnya, seorang ahli jamu, yang berusia 107 tahun kala itu, Martha Tilaar keluar masuk kampung.

"Saya juga belajar ke dukun beranak, tentang perawatan setelah melahirkan. Bagaimana agar air susu lancar, tidak ada stretch marks, kempes perut," cerita Martha.

Dari perjalanannya inilah kemudian Martha mulai merintis usahanya, membuat jamu untuk berbagai kebutuhan dan usia wanita. Sesuai lingkaran kehidupan, jelasnya.

4 dari 4 halaman

Tugas Akhir yang Menjadikannya Ikon Kecantikan

Ada satu pengalaman yang cukup menyentak Martha Tilaar dan sempat membuatnya malu pada dirinya sendiri.

Untuk tugas akhirnya di Academy Beauty of Culture, dosen pembimbingnya meminta Martha untuk membuat tugas akhir tentang tata rias dari negaranya berasal.

Bukannya senang karena dirinya pernah belajar seni kecantikan, tugas ini malah membuat Martha panik. Pasalnya, dia tidak tahu sama sekali tentang tata rias asli dari Indonesia.

Di tengah kekalutannya, datang seorang teman dari Jepang. Dia menghibur Martha dan menawarkan Martha untuk menulis tentang ritual kecantikan ala Geisha, wanita penghibur dari Jepang.

"Udah saya bagusin, dan filosofi Geisha itu saya tahu. Kenapa dia putiiih, gitu. Dan bibirnya kenapa kilap-kilap gitu, seksi," kenangnya lagi. Tapi rupanya tugas akhirnya itu tidak memuaskan sang dosen.

"'Martha, dari mana kamu berasal?' 'Indonesia, Ma'am.' jawab saya. Dia lantas bertanya, kenapa saya malah membuat tugas akhir tentang Jepang. Aduh saya takut banget, kalau enggak lulus bagaimana," cerita Martha.

Martha lalu mengatakan secara jujur, kalau dia tidak tahu tata rias ala Indonesia. Hal ini membuat dosennya berang.

"Memalukan kamu, Martha, sebagai orang Indonesia, kamu tidak tahu budayamu sendiri," begitu ucapan sang dosen pada Martha kala itu.

Pernyataan dosennya itu, Mrs. Hancock, membuat Martha Tilaar merasa sangat bersalah. Dia pun kemudian bersumpah, seandainya dia lulus dari Academy Beauty of Culture, dia akan melestarikan budaya Indonesia dalam bidang kecantikan.

"Jadi benar-benar saya melakukannya. Karena saya sudah janji, kan. Semua saya tulis, agar generasi selanjutnya tahu," tegas Martha.

 

Kini, perusahaan Martha Tilaar telah mengeluarkan berbagai merek make-up, seperti Sariayu, P.A.C, Caring Color, dan berbagai produk kecantikan dan perawatan tubuh lainnya, seperti Dewi Sri Spa, Belia, dan Biokos.

Sepanjang kiprahnya, Martha Tilaar telah menerima berbagai penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri, seperti The Leading Women Enterprenerus of The World Award dari Star Group, Monaco, pada tahun 1993 dan tanda kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma dari Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 2016. 

Gadis desa yang pernah dijuluki "Dakocan" itu kini telah berhasil mengabadikan kecantikan wanita Indonesia melalui prestasinya di panggung dunia.Â