Liputan6.com, Jakarta BPJS Kesehatan sudah tidak lagi menjamin obat kanker trastuzumab. Keputusan tersebut berlaku sejak 1 April 2018.
"Terkait dengan tidak dijaminnya obat trastuzumab, hal ini sudah sesuai dengan keputusan Dewan Pertimbangan Klinis yang menyatakan obat trastuzumab tidak memiliki dasar indikasi medis untuk digunakan bagi pasien kanker payudara metastasik walaupun dengan restriksi (pembataan)," seperti disampaikan lewat Humas BPJS Kesehatan, Nopi Hidayat.
Baca Juga
Penghentian penjaminan trastuzumab berlaku sejak 1 April 2018. Namun, bagi peserta JKN-KIS yang masih menjalani terapi dengan obat ini yang diresepkan sebelum tanggal tersebut, akan tetap dijamin oleh BPJS Kesehatan sampai siklus pengobatan selesai.
Advertisement
Menurut BPJS Kesehatan, dengan dicoretnya trastuzumab tidak akan menghambat akses pengobatan kanker payudara bagi peserta JKN-KIS.
"Karena masih banyak pilihan obat lain yang tercantum di dalam Formularium Nasional. Dokter penanggung jawab pasien akan memilih obat untuk terapi kanker payudara pasien sesuai dengan pertimbangan kondisi klinis pasien," kata Nopi dalam keterangan tertulis yang diterima Health-Liputan6.com ditulis Jumat (20/7/2018).
Somasi dari Peserta JKN-KIS
Ketika obat ini tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan, banyak peserta JKN-KIS yang tidak setuju. Salah satunya Juniarti, wanita 46 tahun yang didiagnosis kanker payudara HER2 positif yang sudah mengalami penyebaran pada Mei 2018.
Dalam tulisan yang diunggah ke Facebook, suami Juniarti bernama Edy Haryadi menuturkan bahwa istrinya diresepkan trastuzumab pada 24 Juni 2018. Namun, begitu kagetnya mereka ketika pihak apoteker Rumah Sakit Persahabatan Jakarta menolak resep untuk herceptin atau trastuzumab.
Menurut Edy, alasan BPJS menghentikan penjaminan obat itu bukan karena tidak bermanfaat secara medis. "Tapi menurut kami BPJS menghentikan penjaminan trastuzumab karena obat itu terlalu mahal. Obat itu memang mahal. Harganya di pasaran Rp 25 juta," tulis Edy.
Mereka pun sudah melihat contoh nyata pasien kanker payudara yang berhasil sembuh dengan salah satunya trastuzumab.
"Contoh hidupnya adalah Aryanthi Baramuli Putri, Ketua Umum Cancer Information Support Center (CISC), seorang penderita kanker payudara HER2 positif yang sudah bertahap hidup 15 tahun lebih berkat trastuzumab atau herceptin. Kebetulan istri saya dan Aryanthi Baramuli sudah berteman lama," tulis Edy.
Â
Advertisement
Somasi Direktur Utama BPJS Kesehatan
Ada banyak studi yang mengatakan manfaat trastuzumab bagi pasien kanker payudara berdampak positif.Â
Tak mau tinggal diam, Edy bersama Tim Advokasi Trastuzumab mengirimkan somasi kepada Direktur Utama BPJS Kesehatan bertanggal 19 Juli 2018. Dalam surat itu, tim advokasi berharap petinggi BPJS Kesehatan bisa kembali menjamin trastuzumab bagi pasien kanker payudara seperti Juniarti.
"Saya berharap hati Bapak/Ibu tergugah demi dan atas nama kemanusiaan saat membaca SOMASI ini. Bahwa jika SOMASI I dan TERAKHIR ini diabaikan dan Bapak/Ibu mengulur waktu tanpa adanya itikad baik, maka Bapak/Ibu sedang turut mengambil peranan untuk memperpendek usia harapan hidup Sdr. Juniarti," tulis kuasa hukum Rusdianto Matulawa dalam surat somasi yang diunggah juga di Facebook Edy.