Liputan6.com, Surakarta:Â Hampir separuh orang Indonesia mengonsumsi obat tradisional terutama jamu untuk pencegahan dan penyembuhan. Temuan ini berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010.
Demikian disampaikan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Setyaningsih ketika membuka Konferensi Obat Tradisional ASEAN ke-3 di Surakarta.
"Sebanyak 49,53 persen penduduk Indonesia berusia 45 tahun keatas mengonsumsi jamu. Sekitar lima persen mengonsumsi jamu tiap hari sementara sisanya mengonsumsi jamu sesekali," kata Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih
Jenis obat tradisional yang paling banyak dikonsumsi adalah berbentuk jamu cair (55,16 persen), bubuk (43,99 persen), jamu seduh (20,43 persen) dan jamu yang dikemas secara modern dalam bentuk kapsul/pil/tablet (11,58 persen).
Obat tradisional disebut Menkes memang tidak hanya banyak digunakan di Indonesia tetapi juga di banyak negara di dunia.
"Di beberapa negara Asia dan Afrika, sekitar 80 persen penduduk bergantung pada obat tradisional untuk perawatan kesehatan primer," katanya.
Di Indonesia, dua tantangan terbesar dalam penggunaan obat tradisional adalah bahwa konsumen cenderung menganggap bahwa obat tradisional (herbal) itu aman, padahal belum adanya standarisasi membuat kualitas dan keampuhan obat menjadi berbeda-beda ditiap pasien.
Selain itu, di Indonesia juga belum ada izin praktik pengobatan tradisional dan kualifikasi praktisi kesehatan tradisional sehingga dikhawatirkan pengobatan yang dilakukan belum dapat dijamin keamanannya.
Menkes berharap konferensi Obat Tradisional ASEAN itu dapat mengembangkan pengobatan tradisional dalam kaitannya untuk dapat berintegrasi kedalam sistem layanan kesehatan nasional.
Indonesia terutama berkepentingan dalam pengembangan obat tradisional tersebut karena saat ini jamu telah digunakan secara luas di masyarakat dan memiliki sumber daya alam yang luas berupa keragaman jenis tanaman obat.
Dari sekitar 30 ribu spesies tanaman yang ada di Indonesia, 7.000 spesies merupakan tanaman obat dan 4.500 spesies diantaranya berada di Pulau Jawa.
Selain itu, Menkes menyebut ada 280 ribu praktisi pengobatan tradisional di Indonesia. (ANT/MEL)
Demikian disampaikan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Setyaningsih ketika membuka Konferensi Obat Tradisional ASEAN ke-3 di Surakarta.
"Sebanyak 49,53 persen penduduk Indonesia berusia 45 tahun keatas mengonsumsi jamu. Sekitar lima persen mengonsumsi jamu tiap hari sementara sisanya mengonsumsi jamu sesekali," kata Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih
Jenis obat tradisional yang paling banyak dikonsumsi adalah berbentuk jamu cair (55,16 persen), bubuk (43,99 persen), jamu seduh (20,43 persen) dan jamu yang dikemas secara modern dalam bentuk kapsul/pil/tablet (11,58 persen).
Obat tradisional disebut Menkes memang tidak hanya banyak digunakan di Indonesia tetapi juga di banyak negara di dunia.
"Di beberapa negara Asia dan Afrika, sekitar 80 persen penduduk bergantung pada obat tradisional untuk perawatan kesehatan primer," katanya.
Di Indonesia, dua tantangan terbesar dalam penggunaan obat tradisional adalah bahwa konsumen cenderung menganggap bahwa obat tradisional (herbal) itu aman, padahal belum adanya standarisasi membuat kualitas dan keampuhan obat menjadi berbeda-beda ditiap pasien.
Selain itu, di Indonesia juga belum ada izin praktik pengobatan tradisional dan kualifikasi praktisi kesehatan tradisional sehingga dikhawatirkan pengobatan yang dilakukan belum dapat dijamin keamanannya.
Menkes berharap konferensi Obat Tradisional ASEAN itu dapat mengembangkan pengobatan tradisional dalam kaitannya untuk dapat berintegrasi kedalam sistem layanan kesehatan nasional.
Indonesia terutama berkepentingan dalam pengembangan obat tradisional tersebut karena saat ini jamu telah digunakan secara luas di masyarakat dan memiliki sumber daya alam yang luas berupa keragaman jenis tanaman obat.
Dari sekitar 30 ribu spesies tanaman yang ada di Indonesia, 7.000 spesies merupakan tanaman obat dan 4.500 spesies diantaranya berada di Pulau Jawa.
Selain itu, Menkes menyebut ada 280 ribu praktisi pengobatan tradisional di Indonesia. (ANT/MEL)