Liputan6.com, Jakarta Upaya pengendalian tembakau harusnya dilakukan secara holistik. Pengendalian tembakau melalui instrumen cukai perlu dikaji lebih lanjut karena pemanfaatan cukai melenceng dari fungsi pengendalian menjadi sumber utama penerimaan. Kenaikan cukai saja tidak mampu menghentikan konsumsi rokok.
"Perdagangan rokok ilegal dan konsumsi tembakau tak bercukai berpotensi sebagai alternatif bagi perokok untuk terus merokok meskipun harga secara legal naik dengan cukai. Belum lagi dampak kenaikan cukai terhadap kesejahteraan petani, buruh linting, dan penurunan daya beli masyarakat,"ujar Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira dalam diskusi Ruang Temu bertajuk tentang “Harga Rokok Murah: Perlu Diubah Atau Ya Sudah Lah” di Jakarta.
Baca Juga
Menurut Bhima, upaya pengendalian tembakau idealnya tidak hanya melalui pendekatan harga tetapi juga pendekatan non-harga seperti penegakan peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang perlu diseriusi pemerintah.
Advertisement
Walaupun demikian, pengamat kebijakan menilai kenaikan cukai tetap harus dijalankan agar harga rokok tidak terjangkau, khususnya untuk melindungi hak atas kesehatan kelompok rentan.
Ruang.Temu
Diskusi publik bertajuk Ruang.Temu diselenggarakan oleh Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) dengan tema "Rokok Masih Murah. Perlu Diubah atau Ya Sudah Lah.." Kamis, (2/8/2018) di Tierspace, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Ruang.Temu menghadirkan pembicara antara lain Bhima Yudhistira yang mewakili Institute for Development of Economic’s and Finance (INDEF), Yurdhina Meilissa yang mewakili Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), dan Julius Ibrani, yang merupakan wakil dari Sekretariat Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI). Acara ini dimoderatori Pangeran Siahaan.