Sukses

Fakhrurrozi Alami Pembekuan Darah di Kepala Meski Selamat dari Gempa

Demi menyelamatkan diri dari gempa Lombok, Fakhrurrozi yang berada di pondok pesantren alami pembekuan darah di kepala.

Liputan6.com, Mataram, Nusa Tenggara Barat Seorang anak korban gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), duduk terdiam di ranjang di dalam tenda luar RSUD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Kota Mataram. Seluruh kepalanya berbalut perban putih dengan selang yang terpasang di belakang kepala. Selang itu mengalirkan darah dari dalam kepala si anak.

Kondisi Muhammad Fakhrurrozi yang selamat dari gempa Lombok pada Minggu, 5 Agustus 2018 terbilang pilu. Dia rupanya mengalami cedera kepala yang mengakibatkan pembekuan darah di kepala.

Gumpalan darah tersimpan kepala bagian belakang dan harus dikeluarkan. Fakhrurrozi yang menuntut ilmu di Pondok Pesantren Al-Aziziyah Kapek Gunung Sari, Lombok Barat menjalani operasi pada Kamis, 9 Agustus 2018 di RSUD Provinsi NTB.

Sartini, ibu Fakhrurrozi, menceritakan bagaimana upaya anaknya selamat dari gempa berkekuatan 7 SR.

"Pas gempa, dia lagi mau salat isya. Kondisi saat itu anak saya sedang sakit (lagi tidak enak badan). Dia kan ruangannya di lantai 3, jadi harus lari secepat mungkin sampai ke lantai 1 dan keluar gedung," tutur Sartini saat ditemui di RSUD Provinsi NTB, ditulis Rabu (15/8/2018).

Ketika berupaya lari, Fakhrurrozi tidak sempat mengenakan baju. Ia terus berlari. Suasana saat itu sangat panik, seluruh penghuni pondok pesantren berlari sekencang mungkin.

"Saat sampai di lantai 2. Lampu mati (listrik mati) karena gempa. Anak saya lari aja terus. Sesampainya di lantai dasar, dia pingsan. Sudah enggak inget apa-apa," ucap Sartini.

 

*Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

 

Simak video menarik berikut ini:

2 dari 4 halaman

Alami pembekuan darah

Sartini sempat mengira, anaknya dalam kondisi baik-baik saja karena selamat dari gempa. Namun, kesehatan Fakhrurrozi terus menurun dan belakang kepalanya keluar cairan.

"Dia sempat dirawat tiga hari di rumah sakit di Praya, Lombok Tengah. Setelah tiga hari itu kok ada (cairan) lengket di belakang kepala. Akhirnya, dia dirontgen, tapi dokter di sana enggak bisa memastikan kondisi anak saya," Sartini menambahkan.

Untuk pemeriksaan lebih lanjut, Fakhrurrozi dirujuk ke rumah sakit provinis, RSUD Provinsi NTB, Kota Mataram. Di RSUD Provinsi NTB, Fakhrurrozi dirontgen kembali dan ditemukan ada pembekuan darah di kepala.

"Hari ketiga pascagempa itu juga, dia dibawa ke sini (RSUD Provinsi NTB), lalu dirontgen lagi. Hasilnya keluar malam itu juga. Langsung tindak besoknya. Dia dioperasi di hari keempat," kata Sartini, yang tinggal di Lombok Tengah.

3 dari 4 halaman

Benturan di kepala

Pembekuan darah di kepala Fakhrurrozi kemungkinan adanya benturan. Ia bisa saja terjatuh saat berlari menyelamatkan diri.

"Ternyata ada benturan. Saya pikir dia baik-baik saja. Enggak kenapa-kenapa. Padahal, dia enggak tertimpa apa pun. Dia terjatuh. Lihat saja, kakinya juga lecet-lecet," Sartini melanjutkan.

Melihat kondisi anaknya, Sartini mengaku tidak trauma. Ia berpikir positif, apa yang dialami anaknya menjadi pembelajaran berharga kelak.

"Trauma sih enggak, hanya saja kita kembali pasrah ke Yang Maha Kuasa. Ini (gempa) sebagai peringatan atau apa. Kita harus sabar, tawakal, dan ikhlas menerima cobaan ke depannya," ucap Sartini.

Harapan Sartini, anaknya dapat tumbuh lebih dewasa dan menjadi anak yang sabar dan kuat.

4 dari 4 halaman

Pondok pesantren hancur

Walaupun Fakhrurrozi mengalami pembekuan darah, Sartini bersyukur anaknya selamat. Ada satu orang teman anaknya yang meninggal saking paniknya alami gempa.

"Ada yang jatuh dari lantai 2 demi menyelamatkan diri. Dia loncat, lalu meninggal seketika," ujar Sartini.

Kondisi pondok pesantren pun hancur, rata dengan tanah. Kalau pondok pesantren sudah diperbaiki, lanjut Sartini, dia tetap menyekolahkan anaknya di sana.

Saat ini, Sartini fokus pada perawatan anaknya. Ia belum bisa mengetahui, kapan anaknya sudah diizinkan pulang oleh dokter.

"Masih terasa sakit kepala. Dia juga belum bisa ngomong banyak. Dirawat sampai sembuh di sini. Tapai nanti kalau sudah pulang, dia tetap akan kontrol ke sini," Sartini menambahkan.