Sukses

Fatwa MUI Soal Vaksin MR Hapus Keraguan Masyarakat untuk Imunisasi

Menteri Kesehatan dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI melakukan pertemuan usai keluarnya Fatwa MUI terkait vaksin MR.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek dan Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Asrorun Niam pada Kamis (23/8/2018) duduk bersama seluruh Kepala Dinas Kesehatan dan Pimpinan MUI dari 34 propinsi se-Indonesia untuk menyebaluaskan informasi program imunisasi vaksin Measles Rubella (MR).

Pertemuan ini merupakan tindak lanjut usai MUI beberapa hari lalu mengeluarkan Fatwa Nomor 33 tahun 2018 yang menyatakan para ulama bersepakat untuk membolehkan (mubah) penggunaan vaksin MR dari Serum Institute of India (SII) untuk program imunisasi saat ini.

Keputusan ini didasarkan pada tiga hal, yakni kondisi darurat syar’iyyah, keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya menyatakan bahwa terdapat bahaya yang bisa timbul bila tidak diimunisasi, dan belum ditemukan adanya vaksin MR yang halal dan suci.

Menurut Kemenkes, kehadiran fatwa tersebut tersebut memberi kejelasan bagi masyarakat agar tak ragu lagi mengikuti program vaksin MR. Program ini dilakukan semata-mata agar buah hati terhindar dari risiko terinfeksi penyakit Campak dan Rubella yang bisa berdampak pada kecacatan dan kematian.

“Imunisasi sangat bermanfaat untuk menjauhkan kita dari mudarat (baca: penyakit berbahaya) yang bisa mengancam jiwa anak-anak kita, melindungi generasi agar tumbuh menjadi bangsa yang sehat, cerdas dan kuat, serta membawa maslahat untuk umat,” kata Nila mengutip rilis Sehat Negeriku.  

Menteri Dalam Negeri RI, Tjahjo Kumolo, juga telah menerbitkan surat dukungan pelaksanaan imunisasi MR fase II kepada seluruh gubernur, bupati dan walikota di 28 provinsi di luar Pulau Jawa.

 

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini

2 dari 2 halaman

Alasan pemerintah masukkan vaksin MR dalam program imunisasi

Berdasarkan data yang dipublikasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) 2015, Indonesia termasuk 10 negara dengan jumlah kasus campak terbesar di dunia. Kementerian Kesehatan RI mencatat jumlah kasus Campak dan Rubella yang ada di Indonesia sangat banyak dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Jumlah total kasus suspek Campak-Rubella yang dilaporkan antara tahun 2014 s.d Juli 2018 tercatat sebanyak 57.056 kasus (8.964 positif Campak dan 5.737 positif Rubella).

“Lebih dari tiga per empat dari total kasus yang dilaporkan, baik Campak (89 persen) maupun Rubella (77 persen) diderita oleh anak di bawah 15 tahun,” tutur Dirjen P2P Kemenkes RI, Anung Sugihantono di pertemuan itu.

Komplikasi dari campak yang dapat menyebabkan kematian adalah pneumonia (radang paru) dan ensefalitis (radang otak). Sekitar 1 dari 20 penderita campak akan mengalami komplikasi radang paru dan 1 dari 1.000 penderita akan mengalami komplikasi radang otak.

Komplikasi lain adalah infeksi telinga yang berujung tuli (1 dari 10 penderita), diare (1 dari 10 penderita) yang menyebabkan penderita butuh perawatan di RS.

Sementara itu, infeksi Rubella pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran atau kecacatan permanen pada bayi yang dilahirkan atau dikenal dengan Congenital Rubella Syndrome (CRS) yang bisa berupa ketulian, gangguan penglihatan bahkan kebutaan, hingga kelainan jantung. Data dari 12 rumah sakit yang menjadi sentinel pemantauan kasus CRS selama lima tahun terakhir s.d Juli 2018 telah menemukan 1.660 kasus suspek CRS.