Liputan6.com, Jakarta Memiliki anak yang berprestasi di sekolah merupakan kebanggaan setiap orangtua. Namun dalam prosesnya, anak sebagai pelajar tidak hanya dituntut untuk mampu menyelesaikan tugas-tugas akademik dari sekolah dengan baik. Perjalanan meraih prestasi di sekolah juga dibumbui oleh tekanan-tekanan dari orangtua yang tanpa disadari menambah beban pada anak.
Baca Juga
Artikel ini adalah catatan kecil dari kami, anak-anak yang lelah dengan semua tekanan dan beban demi pemenuhan kualitas akademis. Ini adalah tentang kami yang lelah masih harus menjalani bimbingan belajar sepulang sekolah. Padahal di dalam tas kami sudah menunggu pekerjaan rumah dari sekolah untuk dikerjakan. Kami bukan ingin mengeluh. Kami ingin sesekali, lelah dan beban kami juga didengarkan. Sebagaimana kami terus-menerus mendengarkan keinginan dan harapan orangtua untuk pendidikan kami.
Advertisement
Apakah Tetap Menjadi Kebanggaan Orangtua Meski Kami Tidak Berprestasi?
Orangtua bangga mempunyai anak berprestasi. Wajah bahagia orangtua dipamerkan kepada khalayak atas kebanggaan terhadap kesuksesan anak-anaknya. Kebahagiaan yang orangtua rasakan tentu tidak ingin berakhir satu waktu saja, orangtua berharap selalu bahagia jika anaknya sukses.
Kebahagiaan orangtua seakan adalah tanggungjawab kami sebagai anak yang diharuskan mengikuti perintahnya. Kami takut tidak dapat memenuhi keinginan orangtua, takut jika kami tidak unggul dalam bidang akademik. Kami akan mendapat label sebagai anak bodoh, atau malu dengan keluarga besar. Orangtua khawatir dicemooh bahwa mereka tidak mampu mendidik kami. Kami menjadi tidak percaya diri dan mudah minder. Keberanian untuk melangkah itu surut.
Selalu Diminta untuk Mengerti, namun Kami juga Ingin Dimengerti
Sudah menjadi kewajiban orangtua untuk mengasuh, mengawasi, dan memberi perhatian pada anak. Orangtua mempunyai standar kekuasaan dalam pengasuhannya. Anak diwajibkan untuk menaati perintah orangtua.
Kami tidak ingin dianggap anak durhaka karena tidak mengikuti perintah orang tua. Kami berupaya untuk taat terhadap peraturan yang diberikan oleh orang tua. Namun, sejujurnya kami mengalami banyak kesulitan saat melakukan sesuatu yang di luar kehendak dan kemampuan kami.
Ketika orangtua menyuruh kami untuk mengikuti bimbingan belajar seperti pelajaran matematika atau mengikuti les musik, agar kami terlihat keren, tetapi dibalik itu, kami merasa berat dan beban. Kami lebih menyukai suatu hal yang kami anggap mampu dan menyenangkan untuk kami kerjakan.
Orangtua terus memaksa dan menekan anak untuk terus melakukan kegiatan tanpa henti. Jika kami tidak mengikuti perintahnya, mereka akan menghukum dan memarahi kami. Tetapi, apakah pernah orangtua bertanya apa bakat dan minat kami?
* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini
Istimewa
Setiap Anak Unik dan Iistimewa
Satu anak tidak dapat disamaratakan kemampuannya dengan anak lain. Setiap anak memiliki kapasitas kemampuan berbeda. Ada yang menguasai semua keterampilan non akademik maupun akademik. Ia pandai memasak, melukis, dan bersosialisasi dengan teman namun juga memperoleh prestasi unggul. Ada juga anak yang hanya menguasai salah satunya saja, baik itu hanya bidang akademik atau non akademik. Pada dasarnya, setiap anak adalah unik dengan kemampuan yang dimiliki. Kami ingin diterima dan dipahami oleh orangtua, apa adanya.
Orangtua memahami bakat dan minat anak. Saat sudah memahami yang anak butuhkan, orangtua mengarahkan dan membimbing anak tanpa ada pengekangan. Anak dibiarkan bebas berekspresi namun tetap dalam batasan dan kontrol orangtua. Ketika anak melakukan kesalahan, orangtua masih memberi toleransi pada anak untuk memperbaikinya. Kesalahan yang anak perbuat adalah bagian dari proses meraih kesuksesan.
“If we don’t allow students to fail in the classroom we are setting them up for failure in the real world” -Anonim
Rintangan Sulit namun Membahagiakan
Orangtua yang memberi kesempatan kami untuk menentukan keputusan sendiri berdampak pada kemudahan kami untuk menemukan jati diri yang sesungguhnya. Kami dibiarkan untuk melakukan apa saja sesuai kehendak dan tanpa paksaan tetapi tetap dalam pengawasan orangtua. Memutuskan segala sesuatu secara mandiri membuat kami bahagia namun terkadang ditemukan rintangan sulit. Rintangan sulit menjadi tantangan bagi kami sebagai bukti kepada orangtua bahwa kami mampu melewatinya. Meskipun begitu, kami bahagia berada pada alur jalan yang kami pilih sendiri.
Tulisan ini adalah untuk memahami kami yang merasa lelah, memikul beban di pundak kami karena mendapat banyak tuntutan dari orangtua. Kami terlihat kuat pada lapisan luar tubuh kami, padahal sesungguhnya dalam batin kami rapuh. Kami tidak kuat untuk menanggung keluh kesah yang kami simpan dan sembunyikan selama ini.
Kami membutuhkan dukungan dan perhatian orangtua, dalam segala aktivitas yang kami tentukan sendiri. Sehingga kami menjadi percaya diri dan berani untuk melangkah menuju kesuksesan. Orangtua pun dapat bahagia dengan kesuksesan yang diraih atas kehendak kami. Menjadi orangtua seutuhnya yang ada dikala anak suka maupun duka adalah keharusan namun membiarkan anak memilih jalannya sendiri adalah suatu tantangan bagi orangtua.
Tulisan Zahra Gias Tsamarah dari Pijar Psikologi untuk Liputan6.com
Advertisement