Sukses

Tuberkulosis, Penyakit Paling Mematikan di Dunia

Laporan terbaru WHO di 2018, India menjadi negara dengan penyumbang tuberkulosis (TB) terbesar di dunia. Bagaimana dengan Indonesia?

Liputan6.com, Jakarta Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan tuberkulosis (TB) masih menjadi penyakit infeksi yang paling mematikan di dunia. Pernyataan ini diungkap dalam Global TB Report 2018 pada Selasa lalu.

Dalam laporan terbaru, negara-negara yang tergabung di WHO masih belum cukup mampu untuk mengakhiri tuberkulosis pada 2030. Sekalipun, ada upaya global sejak 2000 yang mencegah sekitar 54 juta terhadap penyakit tersebut.

Seperti dilansir Times Now News pada Jumat (21/9/2018), sekitar 10 juta orang menderita tuberkulosis pada 2017. Meski jumlah kasus menurun selama dua persen per tahun, India menyumbang 27 persen dari 10 juta orang yang terkena penyakit itu di 2017.

Dari 10 juta orang yang terkena TB pada 2017, hanya 6,4 juta yang secara resmi dicatat oleh sistem pelaporan nasional. Berarti ada 3,6 juta orang tidak terdiagnosis atau terdeteksi tapi tidak dilaporkan.

 

 

Simak juga video menarik berikut ini:

 

 

2 dari 3 halaman

Posisi Indonesia

Selain India, Indonesia dan Nigeria masuk 10 peringkat teratas kasus tuberkulosis.

"Dua pertiganya ada di delapan negara yakni India (27 persen), Cina (9 persen), Indonesia (8 persen), Filipina (6 persen), Pakistan (5 persen), Nigeria (4 persen), Bangladesh (4 persen) dan Afrika Selatan (3 persen)," tulis laporan tersebut.

Hanya 6 persen dari kasus tuberkulosis berada di wilayah Eropa (3 persen) dan Amerika (3 persen).

Laporan WHO tersebut juga mengungkapkan bahwa cakupan pengobatan TB masih berada di 64 persen. Angka ini harusnya sudah mencapai 90 persen pada 2025 untuk memenuhi target mengakhiri TB di 2030.

 

3 dari 3 halaman

Targetkan 2030 Bebas Tuberkulosis

Karena itu, WHO dan mitra-mitranya segera meluncurkan inisiatif baru pada 2018 untuk segera meningkatkan deteksi, diagnosis, dan tingkat pengobatan.

Inisiatif ini untuk menetapkan target penyediaan layanan berkualitas bagi 40 juta orang dengan TB dari 2018 sampai 2022, sembari memprediksi bahwa 30 juta orang harus dapat mengakses pengobatan pencegahan TB selama periode itu.

"Kami belum pernah melihat perhatian dan pemahaman politik tingkat tinggi, seperti apa yang perlu dilakukan dunia untuk mengakhiri TB dan TB yang resistan obat," ujar Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus.

"Kita harus memastikan bahwa kita meminta pemimpin kita bertanggung jawab atas tindakan yang mereka janjikan. Dan kita harus menjaga diri bertanggung jawab untuk tetap menekan," tambahnya.