Liputan6.com, Palu, Sulawesi Tengah Selamat dari gempa dan tsunami Palu bermagnitudo 7,7 masih membuat Surianti, warga Desa Petobo, sedih. Ia kehilangan suami dan rumahnya. Suami Surianti meninggal akibat tsunami Palu. Tubuhnya pun terkubur di dalam tanah. Tidak akan ada pemakaman bagi suami Surianti. Kuburan massal akan menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi suami Surianti.
Baca Juga
Advertisement
Kuburan massal jenazah gempa dan tsunami Palu itu berada di sisi bukit di pinggiran Kota Palu, Sulawesi Tengah. Surianti berdiri di samping truk yang penuh dengan kantong mayat .
"Apakah Ibu baik-baik saja, kami menguburkannya di sini?" tanya seorang pejabat.
"Tidak, aku (sebenarnya) ingin membawanya pulang," jawab Surianti, dikutip dari Sky News, Kamis (4/10/2018).Â
"Aku tidak punya apa-apa. Suamiku sudah meninggal, rumahku hancur. Hanya aku dan putriku yang tersisa (selamat)," kata Surianti, yang rumahnya di Petobo sudah lenyap akibat fenomena likuifaksi usai gempa Palu lumpur menelan ratusan permukiman di Desa Petobo.
Â
Â
Simak video menarik berikut ini:
Melihat suami untuk terakhir kalinya
Aroma jenazah tercium, tetapi Surianti tidak gentar. Ia diam-diam mengawasi kantong jenazah suaminya yang siap dijejerkan untuk dikubur secara massal. Tubuh sang suami berhasil ditemukan.
Saat para petugas membawa kantong jenazah menuruni tempat kuburan massal. Surianti berlari. Ia berbisik beberapa kata pada jenazah suaminya.
Ketika penggali menumpuk tanah ke dalam kuburan massal. Ia hanya melihat dan menangis. Kuburan massal ini nanti akan ditandai dengan tongkat.
Sepeninggal suami, Surianti sekarang seorang janda. Ia tinggal di sebuah kamp sementara dengan saudara perempuan dan putrinya.
Advertisement
Kenangan sebelum terjadi bencana
Petobo, desa tempat Surianti dulu tinggal, sekarang menjadi tanah berlumpur. Gempa bumi ternyata mengubah tanah padat menjadi lumpur.
Ribuan orang menghilang dan "tenggelam" dalam hitungan menit, termasuk suaminya. Ketika tiba di rumah setelah bekerja, gempa berguncang. Lalu lumpur tiba-tiba muncul, semua orang berlari.
"Tidak ada waktu untuk menyelamatkan apa pun, hanya pakaian yang kami kenakan. Tidak ada lagi yang bisa diselamatkan," ucap Surianti.
Bagi Surianti, masa pascagempa adalah misi pemulihan, bukan penyelamatan.
Di sini... Di tanah kosong yang tandus. Dulunya adalah rumah Surianti. Dia bersedih kehilangan rumah, suami, dan kehidupan sehari-harinya yang normal seminggu lalu.