Liputan6.com, Jakarta Pelecehan seksual bisa mempengaruhi kesehatan wanita dalam jangka panjang. Hal ini ditemukan dalam sebuah studi terbaru di JAMA Internal Medicine.
Melansir New York Post pada Senin (8/10/2018), penelitian ini menghubungkan riwayat pelecehan seksual di tempat kerja, dengan tekanan darah yang lebih tinggi dan tidur yang lebih buruk. Selain itu, mereka juga menemukan hubungan antara sejarah kekerasan seksual dengan depresi, kecemasan, dan tidur yang buruk.
Baca Juga
Penulis meminta 304 wanita berusia 40 hingga 60 tahun. 19 persen di antaranya mengatakan bahwa mereka memiliki riwayat pelecehan seksual di tempat kerja.
Advertisement
Selain itu, 22 persen di antara partisipan mengatakan mereka mengalami kekerasan seksual, dan 10 persen dilaporkan mengalami keduanya. Mereka diminta menjalani penilaian kesehatan dan menjawab kuesioner.
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Tekanan Darah Lebih Tinggi
Perempuan dengan sejarah pelecehan seksual memiliki tekanan darah yang lebih tinggi secara signifikan dan kualitas tidur yang jauh lebih buruk daripada yang tidak.
Sementara itu, kekerasan seksual terkait dengan tingginya gejala depresi, kecemasan, serta buruknya kualitas tidur.
"Pekerjaan di masa depan harus mempertimbangkan apakah mencegah atau mengurangi pelecehan dan kekerasan seksual dapat meningkatkan kesehatan mental dan kardiovaskular wanita," ujar penulis studi Rebecca Thurston, Yuefang Chang, dan Karen Matthews.
Ketiganya menyimpulkan, tingginya angka pelecehan dan kekerasan seksual membuat penting promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada wanita.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Â
Advertisement
Tingkatkan Risiko Obesitas
Penelitian sebelumnya telah mengaitkan antara pelecehan seksual dengan depresi, kecemasan, harga diri rendah, serta meningkatnya kemungkinan penyakit. Tidak hanya itu, mereka juga mungkin mengalami obesitas, gangguan rasa nyeri, serta tidur yang buruk.
Thurston yang merupakan ahli epidemiologi dari Universitas Pittsburgh, Amerika Serikat mengatakan, yang penting bukan hanya memeriksa apa yang ada dalam pikirannya, namun juga yang terjadi di lingkungan sosial dan bisa membahayakan mereka.
"Saya hanya berpikir praktifi perlu berpikir untuk mengintervensi pikiran dan tubuh. Mengatasi kedua jalur itu akan menjadi sangat penting," ujar Thurston pada Moneyish.