Liputan6.com, Jakarta Perawatan paliatif bukanlah sekadar merawat penyakit seseorang. Lebih dari itu, dibutuhkan pendampingan yang lebih dalam, terutama soal emosional pasien, khususnya pasien anak.
"Perawatan paliatif butuh pelatihan. Bukan hanya sekadar (menangani) keluhan nyeri atau sesak napas, tapi juga psikologis," kata Dr. Endang Windiastuti dari Divisi Hematologi Onkologi Anak RSUPN cipto Mangunkusumo pada Health Liputan6.com di Jakarta, Rabu (10/10/2018).
Baca Juga
Menurut Endang, pengasuhan secara psikologis dan spiritual dalam perawatan paliatif haruslah dilakukan oleh orang-orang yang sudah terlatih.
Advertisement
"Spiritual dan psikologis itu penting sekali. Dan itu harus diampu oleh orang yang memang sudah terlatih untuk berkomunikasi, memberitahu, memberi semangat, seperti itu. Itu yang membedakannya dengan perawatan medis biasa," ujar Endang. Â
Â
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Â
Saksikan juga video berikut ini:
Â
Perawatan Paliatif di Indonesia
Endang juga mengatakan, saat ini pendidikan untuk perawatan paliatif sendiri masih tersebar dan tidak terfokus menjadi satu bidang yang berdiri sendiri. Hal inilah yang menyulitkan tumbuhnya perawatan paliatif di Indonesia.
Padahal, ini adalah sebuah kebutuhan bagi para pasien yang tidak bisa sembuh dari penyakitnya.
"Belum sempurna, tapi perawatan asuhan paliatif anak sudah dirasakan suatu kebutuhan, " kata Endang menambahkan.
Perawatan paliatif--terutama pengasuhannya--penting bagi para pasien dengan penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Selama ini, masyarakat kerap memandang perawatan paliatif sebagai bentuk "pasrah" untuk menunggu ajal menjemput pasien.
"Ini bukan tentang kematian, ini tentang kehidupan, tidak ada anak yang boleh meninggal dengan sakit dan menderita," tambah Chief Executive Officer International Children's Palliative Care Network, Julia Downing.
Advertisement