Â
Liputan6.com, Bandung Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), mengatakan, penanggulangan gelandangan psikotik di Kota Bandung, Jawa Barat, masih terkendala dalam pelayanannya.
Baca Juga
Kendala itu antara lain terbatasnya pemahaman aparatur pemerintah dan masyarakat, belum adanya koordinasi dan pedoman tata laksana yang disepakati, serta tidak adanya data pasti jumlah gelandangan psikotik.
Advertisement
Menurut anggota PDSKJI, Teddy Hidayat, hal itu menyebabkan banyaknya gelandangan psikotik yang terlantar dan berkeliaran. Teddy menyebutkan kondisi tersebut mencerminkan adanya masalah sosial dan pelanggaran hak asasi manusia.
"Pemerintah pusat dan daerah dituntut keseriusannya merespons hal ini dengan cara menyediakan layanan kesehatan dan jaminan sosial termasuk tempat untuk tinggal," kata Teddy di Bandung, Kamis, 11 Oktober 2018.
Â
Peran Pemerintah Mengatasi Gelandangan
Teddy, mengatakan, berdasarkan pasal 80 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 soal kesehatan jiwa, disebutkan bahwa pemerintah pusat dan daerah bertanggungjawab melakukan tata laksana terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya atau orang lain, serta mengganggu ketertiban atau keamanan umum.
Sementara di pasal 28H ayat 1 Undang-undang Dasar 1945, disebutkan, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta memperoleh pelayanan kesehatan.
Gelandangan psikotik, jelas Teddy, termasuk ke dalam jenis penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang menderita gangguan jiwa berat. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan pada 2013, diketahui 72 ribu orang di Jawa Barat mengalami gangguan jiwa.
"Sebanyak 1.007 orang pernah mengalami pemasungan dan menggelandang. Padahal jika dihitung per hari, 7.200 ODGJ memerlukan perawatan intensif atau rawat inap," ujar Teddy.
Â
Advertisement
Perawatan Terhadap Gelandangan dan Orang dengan Gangguan Jiwa
Namun pelaksanaan perawatan intensif untuk ODGJ tersebut tidak dibarengi dengan fasilitas layanan kesehatan jiwa yang memadai. Akhirnya sebagian besar ODGJ tidak terdeteksi, tidak diobati, menjadi kronik, mengalami kecacatan, menjadi korban kekerasan, dipasung dan menggelandang.
Pemerintah juga sampai kini tidak memiliki panti rehabilitasi dan bengkel kerja bagi ODGJ yang tidak memiliki keluarga. PDSKJI menyarankan agar penanggulangan ODGJ terlaksana dengan baik, pemerintah harus memiliki payung hukum program kesehatan jiwa semisal peraturan daerah atau peraturan wali kota.
"Selain itu penyusunan pedoman penatalaksanaan gelandangan psikotik yang telah disepakati bersama otoritas terkait harus dilakukan. Dengan menjelaskan secara rinci tujuan, sasaran dan indikator kegiatan," tutur Teddy.
Tak hanya itu, PDSKJI juga mengajak seluruh kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan bersama agar melakukan pendataan gelandangan psikotik di setiap kawasan. Apabila telah dilakukan rehabilitasi maka dikembalikan kepada keluarganya.
(Arie Nugraha)