Sukses

Indonesia Kaya Ikan tapi Stunting Masih Tinggi, Cek Sebabnya

Indonesia kaya ikan dan banyak nelayan menangkap ikan, tapi stunting masih tetap tinggi, apa sebabnya?

Liputan6.com, Jakarta Sebuah pertanyaan menggelayut, Indonesia kaya akan ikan tapi mengapa stunting (kurang gizi kronis) masih tinggi? Padahal, ketersediaan ikan sebagai sumber protein berlimpah. Bahkan, ikan menjadi hidangan khas beberapa daerah di Indonesia seperti Sulawesi Barat dan Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Direktur Pemasaran, Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Machmud mengungkapkan, keterkaitan Indonesia yang kaya ikan dan stunting.

"Banyak nelayan yang menangkap ikan, tapi bukan buat dirinya (atau konsumsi keluarganya sendiri). Mereka jual (ikan semuanya). Sebaliknya, mereka justru beli mi instan," jelas Machmud usai acara diskusi publik di Kementerian Kesehatan, Jakarta, ditulis Jumat (12/10/2018). 

Rendahnya konsumsi ikan ini, menurut Machmud, menyangkut perilaku nelayan. Ikan hasil tangkapan seharusnya juga dikonsumsi. Untuk mengatasinya, Machmud mengatakan harus ada sosialisasi pembelajaran kompetensi kepada masyarakat sekitar tentang manfaat ikan yang kaya protein hewani. Ikan sebagai sumber protein hewani teutama bermanfaat bagi ibu hamil dan perkembangan janin.

 

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 

 

Simak video menarik berikut ini:

2 dari 2 halaman

Konsumsi ikan rendah

Konsumsi ikan pada masyarakat Indonesia terbilang rendah. Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2017 melaporkan, tingkat konsumsi ikan di Indonesia baru mencapai 47,35 kilogram per kapita per tahun.

Angka tersebut relatif rendah dibandingkan negara maju lainnya di Asia. Konsumsi ikan di Singapura mencapai 80 kg per kapita per tahun, Malaysia makan ikan 70 kg per kapita per tahun, dan Jepang mencapai hampir 100 kg per kapita per tahun.

Adanya konsumsi ikan yang rendah juga dibuktikan dengan laporan Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan, prevalensi balita (di bawah 5 tahun) stunting di Indonesia mencapai 37 persen.Â