Liputan6.com, Bekasi Butuh lima tahun memanen pohon di hutan produksi untuk bahan pembuatan pensil. Meski lahan hutan produksi berhektar-hektar, perjalanan panjang menantikan pohon tumbuh besar dan siap dipanen bukanlah waktu yang singkat. Selama ini, kita mengenal pensil tulis dan pensil warna selalu menjadi kebutuhan populer anak-anak selama sekolah. Tanpa pensil, tidak ada tulisan yang terdokumentasi di lembar-lembaran putih buku tulis.
Pensil menjadi alat tulis untuk berlatih menulis. Bahan pensil yang empuk dan nyaman juga menemani anak-anak menggambar atau mencorat-coret sketsa di buku. Kehadiran pensil kian berharga untuk mengerjakan soal ujian sekolah, terutama yang harus melalui lingkaran bulat. Anak-anak pun suka menggambar dengan pensil warna. Pensil warna jadi alat yang menyenangkan.
Advertisement
Baca Juga
Di balik popularitas pensil, bahan pembuatan pensil dari kayu termasuk salah satu sorotan utama di bidang lingkungan. Butuh jutaan pohon untuk membuat pensil. Berdasarkan laporan Green O-Tech India, lebih dari 8 juta pohon dipotong per tahun untuk menghasilkan pensil saja. Setiap tahun sekitar 3,5 miliar pensil dibuat di Amerika Serikat. Di seluruh dunia, sekitar 15-20 miliar pensil yang dibuat. Dalam perhitungannya, sebanyak 15 miliar pensil diproduksi per tahun, yang membutuhkan sekitar 60.000 pohon.
Artikel terkait: Cara Lindungi Pendengaran dari Suara Bising Mesin Pabrik
Kebanyakan isi pensil terbuat dari grafit atau inti arang yang terbungkus kayu. Isi pensil membantu pensil bisa tajam di atas kertas. Isi pensil terbuat dari lapisan kayu yang melindungi isi pensil. Dari laporan Rainforest Action Network (RAN), kayu yang digunakan untuk pensil ini berasal dari pohon dan diperkirakan setidaknya 400.000 pohon ditebang setiap tahun untuk memasok kayu yang cukup untuk menghasilkan banyak pensil. Pasokan kayu dan kebutuhan pensil demi memenuhi permintaan pasar.
Artikel terkait: Intip Olah Limbah Pabrik yang Tak Cemari Lingkungan
Tingginya konsumsi manusia atas kayu dapat mengancam keberlanjutan hutan di dunia. Oleh karena itu, pengelolaan hutan yang ramah lingkungan dapat bantu melestarikan hutan. Peneliti kayu dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dede Hermawan menjelaskan, produksi dan pengolahan hutan bisa tetap lestari demi mensuplai kebutuhan kayu untuk pembuatan pensil.
“Kami punya lahan hutan seluas 200.000 hektar di Kecamatan Muara Beliti, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Di sana, menebang pohon secara konvensional. Tidak menggunakan mesin untuk menebang. Hal ini biar ramah lingkungan,” kata Dede, yang juga bekerja untuk PT Xylo Indah Pratama saat berjumpa di pabrik Faber-Castell Indonesia, Bekasi pada 15 Oktober 2018.
Artikel terkait: Lebih Dekat dengan Pensil Bebas Racun
PT Xylo Indah Pertama memasok kayu untuk bahan pembuatan pensil Faber-Castell Indonesia. Beberapa foto yang diperlihatkan Dede menunjukkan, orang-orang menebang pohon menggunakan gergaji. Tak terlihat mesin-mesin besar, seperti eskavator untuk bantu menebang pohon. Tampak kayu-kayu ditumpuk. Kemudian satu persatu kayu diangkut ke atas gerobak beroda. Tumpukan kayu itu pun dibawa ke pabrik untuk penanganan lebih lanjut.
Menilik keamanan produk pensil untuk anak, Jurnalis Liputan6.com menayangkan liputan khusus tentang pensil. Liputan ini dilakukan di pabrik Faber-Castell Indonesia yang berlokasi di Bekasi. Tulisan kedua (dari empat rangkaian tulisan) membahas produksi pensil yang terus berjalan dengan tetap menjaga kelestarian hutan.
Saksikan video menarik berikut ini:
Jaga kelestarian hutan
Dalam penanganan bahan baku kayu untuk pembuatan pensil, nilai-nilai menjaga dan melestarikan hutan diterapkan. Dede menyampaikan ada tiga pilar untuk penanganan bahan baku. Pertama, segi produksi. Dari segi produksi, PT Xylo Indah Pratama mengelola 5-10 kubik kayu untuk suplai pohon kepada masyarakat.
Kedua, dari segi ekonomi yang diterapkan, bagaimana menyemaikan bibit. Untuk mendukung kelestarian hutan, bibit-bibit diberikan gratis untuk masyarakat sekitar. Mereka akan menyemaikan bibit-bibit pohon, misal palawija. Ketiga, dari segi sosial. Kita mungkin berpikir, hutan produksi milik pabrik yang bersangkutan. Tapi lahan hutan di PT Xylo Indah Pratama rupanya milik masyarakat sekitar.
“Hutan di tempat kami milik masyarakat. Masyarakat pun mendapatkan tambahan pendapatan. Bibit-bibit yang disemaikan bisa dipanen,” Dede melanjutkan. Bukan hanya penanganan kayu saja, limbah kayu dikelola dengan baik. Misal, serbuk gergaji dari kayu digunakan untuk bahan bakar.
Kayu untuk memasok pensil Faber-Castell berasal dari jenis pohon pulai dan jabon. Sebelum mensuplai kayu ke pabrik pensil, kayu dianalisis sesuai permintaan. Dari berbagai jenis pohon yang diteliti, pohon pulai dan jabon cocok digunakan membuat pensil. Kedua jenis kayu itu ringan.
“Jenis kayu dari pulai dan jabon sangat optimal untuk (pembuatan) pensil. Seratnya bagus dan mutu terjamin. Dalam penilaian kualitas, pulai dan jabon sangat cocok. Kami terus mengembangakan penelitian soal kayu. Jenis kayunya juga ramah lingkungan,” ujar Dede.
Mutu pulai dan jabon turut diekspor ke luar negeri. Sertifikat kayu ramah lingkungan disandang untuk pulai dan jabon. Tak tanggung-tanggung, pulai dan jabon rupanya diekspor ke pabrik pusat Faber-Castell di Jerman. Penggunaan pulai dan jabon yang sudah berdasarkan penelitian untuk kesesuaian peruntungan. Hal ini sebagai bukti adanya pemanfaatkan jenis kayu lain. Kita pada umumnya mengenal jati dan ulin. Tapi di Indonesia ada 2000 spesies pohon. Di antaranya baru 200 spesies pohon yang dimanfaatkan penggunaannya.
Advertisement
Sertifikasi kayu ramah lingkungan
Untuk menunjang produk pensil ramah lingkungan, Faber-Castell Indonesia menggunakan kayu yang sudah bersertifikasi ramah lingkungan. Sertifikasi ini bertujuan demi keberlangsungan hutan. Standar sertifikasi pengelolaan hutan dikembangkan oleh Forest Stewardship Council (FSC)®. Standar FSC® mendorong konsumen dan industri untuk memilih bahan baku kayu dan kertas dari hutan yang dikelola secara bertanggung jawab. Produk yang menggunakan bahan baku kayu dan kertas dari hutan yang bersertifikat FSC dapat dikenali dengan adanya tanda FSC pada produknya.
“FSC mendorong pengelolaan hutan yang bertanggung jawab secara global. Kami melakukan sertifikasi pengelolaan hutan guna memastikan bahan baku kayu dan kertas yang kita gunakan berasal dari hutan yang dikelola secara bertanggung jawab. Dengan skema sertifikasi FSC, konsumen mempunyai pilihan produk kayu dan kertas dari hutan yang terjaga,” jelas Manager Marketing & Communications FSC Indonesia, Indra Setia Dewi,
Standar sertifikasi FSC telah digunakan di dunia sejak 1994. Dari laporan FSC, seiring perkembangannya, hutan seluas 202 juta hektar di seluruh dunia telah bersertifikat FSC. Sebanyak lebih dari 35.000 industri besar maupun kecil telah menggunakan sertifikasi FSC. Di Indonesia lebih dari 280 industri kayu dan kertas telah disertifikasi dengan standar FSC. Lebih dari 3,2 juta hektar hutan di Indonesia pun telah disertifikasi menggunakan standar FSC. Kontribusi terhadap kelestarian hutan dapat dilakukan dengan menggunakan bahan baku dari kayu yang sudah bersertifikasi FSC.
Selain sertifikasi FSC, pengelolaan hutan juga melalui sistem lacak balak. Sistem lacak bala khususnya diterapkan pada produk kayu hasil jadi. Hal ini memastikan produk yang terbuat dari kayu menggunakan bahan baku dari hasil hutan yang dikelola bertanggungjawab. Sistem ini merupakan rantai lacak yang akurat menelusuri asal usul kayu dari produk jadi.
“Kita bisa lho melacak produk yang terbuat dari kayu. Misalnya, pensil, meja atau kursi dari kayu. Nanti akan ketahuan, kayu yang dipakai untuk memproduksi barang-barang itu dari kayu mana. Akan terdeteksi juga, apakah kayu yang digunakan pada produk itu dari kayu yang sudah bersertifikasi FSC atau bukan. Proses pembuatan produk dapat diketahui bila pihak industri mencampur kayu dengan bahan lain,” Indra menerangkan.