Sukses

Manfaat Big Data untuk Optimalkan JKN-KIS

Big data yang dimiliki oleh BPJS Kesehatan bisa dimanfaatkan untuk membuat kebijakan demi kepentingan bersama nantinya.

Liputan6.com, Yogyakarta Per 1 November 2018 peserta JKN-KIS yang diselenggarakan BPJS Kesehatan sudah mencapai 205 juta jiwa. Setiap hari ada lebih dari 700 ribu transaksi yang menggunakan jaminan kesehatan sosial itu.

Big data yang dimiliki oleh BPJS Kesehatan bisa dimanfaatkan untuk membuat kebijakan demi kepentingan bersama nantinya.

"Bagaimana memanfaatkan data ini untuk kepentingan bersama. Kita olah, kita lihat datanya, lalu jadikan pertimbangan dalam membuat policy besar kita," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris di seminar internasional bertema Big Data Analysis for Improving Health Policy, Rabu (7/11/2018) di Yogyakarta.

Sudah banyak institusi pelayanan kesehatan dari berbagai negara yang telah melakukan uji coba pemanfaatan analisis big data. Dari analisis tersebut banyak yang berhasil memecahkan masalah dasar dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan. Seperti mengurangi re-admisi, meningkatkan efektivitas pelayanan kesehatan, serta meningkatkan mutu pelayanan seperti disampaikan Fachmi dalam memberiman sambutan di hadapan seratusan peserta.

Big data analytics ini telah membuka era baru untuk meningkatkan layanan dan menyelesaikan masalah di bidang kesehatan," tuturnya.

 

 

 

2 dari 2 halaman

Perlu pertimbangan matang

Ada sejumlah faktor yang perlu dipertimbangkan secara matang dalam menggunakan big data analytics untuk pelayanan kesehatan. Menurutnya, big data harus disiapkan secara sistematis dan dan berkualitas baik. Hasilnya pun harus dikaji oleh para pakar dengan keahlian profesi yang bervariasi sehingga dapat menciptakan kesatuan pemahaman yang komprehensif.

Fachmi juga menyambut hangat kehadiran para pembicara dari The National Health Service (NHS) England, National Health Insurance Service (NHIS) South Korea, dan National Health Insurance Scheme (NHIS) Ghana.

Di Inggris, utilisasi big data telah dikembangkan NHS menjadi lebih kompleks dalam sebuah machine learning yang melibatkan peran serta pasien, praktisi, peneliti, fasilitas kesehatan, hingga pembuat kebijakan. Contoh lainnya, sejak tahun 2000, NHIS menghimpun setidaknya 3,4 triliun data yang mencakup nama, alamat, pendapatan, aset, riwayat medis, dan informasi lainnya yang diperoleh dari kantor layanan pajak, kementerian, penyedia layanan bagi pensiunan, hingga lembaga yang menaungi kesejahteraan pekerja.

Sementara di Ghana, big data dimanfaatkan oleh NHIS Ghana salah satunya dalam upaya pengendalian tuberkulosis. Pemanfaatan big data tersebut antara lain untuk mengukur secara klinis efektivitas intervensi, manajemen pengadaan obat, beban penyakit, audit klinis, dan sebagainya.

“Kami harap, seminar ini dapat memberikan ruang untuk bertukar gagasan dan menggali lebih dalam optimalisasi big data untuk penyelenggaraan program jaminan sosial di masing-masing negara,” kata Fachmi.