Liputan6.com, Jakarta Terapi cuci otak (brain washing), atau dalam medis disebut Digital Substraction Angiography (DSA) yang diampu dokter Terawan Agus Putranto, sudah mendunia. Pasien dari berbagai negara, baik dari kawasan Asia, Amerika, Eropa sampai Australia datang ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, untuk diterapi.
Baca Juga
Advertisement
Kemarin, 12 November 2018 Kedutaan Besar Vietnam untuk Indonesia menjalin kerja sama dengan RSPAD Gatot Soebroto bahwa akan ada 1.000 pasien Vietnam menjalani terapi cuci otak. Adakah perbedaan antara biaya pasien asing dan Indonesia?
"Untuk biaya antara pasien asing dan Indonesia, kami belum membuat perbedaan. Yang namanya orang sakit sama saja. Semua diperlakukan yang sama, tanpa pandang bulu. Sebenarnya, untuk DSA sendiri rata-rata hanya Rp 23 juta atau Rp 25 juta, ya sekitar itu pokoknya," kata Terawan usai penandatanganan kerja sama dengan Kedubes Vietnam di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, ditulis Selasa (13/11/2018).
Terawan menekankan, yang menjadi permasalahan terhadap biaya yang membengkak atau lebih mahal, yakni terkait permeriksaan lain dan penunjang medis lain, sehingga diperlukan pemeriksaan dokter dan hal-hal lainnya.
"Kaitannya dengan penyakit-penyakit lain yang diderita pasien. Itulah yang membuat biaya perawatan membengkak," lanjut pria yang juga Kepala RSPAD Gatot Soebroto itu.
Â
Saksikan video menarik berikut ini:
Keselamatan pasien diutamakan
Dalam tindakan DSA, yang paling penting adalah keselamatan pasien.
"Investasi paling penting (selama perawatan DSA) adalah safety (keselamatan) untuk pasien. Harga enggak terlalu dinomorsatukan. Nomor satu itu safety pasien. Sudah jadi pedoman di sini," lanjut Terawan.
Sampai saat ini, Terawan mengaklaim total pasien dari seluruh dunia yang datang untuk terapi cuci otak di atas 30.000 pasien.
Advertisement
Dokter yang beriman
Peningkatan keselamatan pasien juga didorong adanya pelatihan dan kompetensi dari para dokter.
"Kami juga harus belajar yang baik. Yang kurang apa saja, ditraining (dilatih) juga. Jangan lupa berdoa. Jadi, kita itu tandanya sebagai seorang dokter yang beriman," ungkap Terawan.
Terawan mengakui, pasien yang diterapi cuci otak sampai sekarang ini tidak mengalami risiko atau efek samping negatif. Seluruh pasien pun pulih dengan baik.
"Selama ini enggak ada (pasien yang alami risiko parah). Ya, jangan sampai ada ya,"Â ujar Terawan.