Liputan6.com, Jakarta Komunitas kesehatan dan rumah sakit saat ini memiliki tantangan terkait isu resistensi antibiotik. Karena itu, penting bagi pihak-pihak tersebut untuk mengimplementasikan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA).
Resistensi antibiotik sendiri dianggap bertanggung jawab atas 700 ribu kematian di seluruh dunia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Resistensi antimikroba (AMR) diprediksi menyebabkan 10 juta kematian secara global setiap tahunnya pada 2050.
Baca Juga
"Selain sudah mendunia, di industri farmasi juga belum ada obat antibiotik baru diciptakan. Yang ada hanya memodifikasi yang sudah ada untuk digunakan pada pasien, " kata Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik Indonesia (PAMKI), dr Anis Karuniawati di Rumah Sakit Universitas Indonesia, Depok pada Kamis (15/11/2018).
Advertisement
Â
Pengendalian Resistensi Antibiotika
Di Indonesia sendiri, aturan pengendalian resistensi antibiotik sudah dikeluarkan dalam Permenkes No. 8 Tahun 2015. Dalam aturan ini, setiap rumah sakit diwajibkan memiliki Tim PPRA dan menerapkan program pengendalian antibiotika.
"Tantangannya sekarang adalah bagaimana semua komunitas kesehatan, terutama manajemen rumah sakit agar secara konsisten mengimplementasikan aturan ini di lapangan, " ujar Anis yang juga staf pengajar Fakultas Kedokteran UI tersebut.
Kondisi resistensi antibiotik disebabkan karena bakteri tidak lagi dapat dimatikan dengan antibiotik. Kondisi ini mengancam kemampuan tubuh dalam melawan penyakit infeksi, bahkan menyebabkan kecacatan hingga kematian.
Apabila resistensi antibiotik semakin banyak, berbagai prosedur medis seperti transplantasi organ, kemoterapi, pengobatan diabetes, dan operasi besar lain menjadi sangat berisiko.
"Agar PPRA bisa dilaksanakan oleh rumah sakit dengan baik, diperlukan stewardship atau komitmen bersama meliputi tenaga medis maupun non medis," kata Konsultan Penyakit Tropik Infeksi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dr. Erni Juwita Nelwan.
Â
Advertisement
Kebijakan Rumah Sakit
Selain itu, Erni mengatakan, diperlukan juga infrastruktur melalui kebijakan pimpinan rumah sakit yang mendukung penggunaan antibiotik dengan bijak, pelaksanaan pengendalian infeksi yang optimal, pelayanan mikrobiologi klinis, dan pelayanan farmasi klinis secara profesional.
Sementara, bagi pasien diimbau untuk menggunakan antibiotik dengan bijak dan benar. Sehingga, kampanye dan edukasi bagi masyarakat tentang resistensi antibiotik penting untuk digencarkan.