Â
Liputan6.com, Jakarta Masyarakat tidak bisa sembarangan dalam mengonsumsi antibiotik. Sayangnya, masih banyak orang yang merasakan sakit tenggorokan sedikit saja langsung menenggak obat tersebut.
Baca Juga
"Padahal, dari berbagai studi mengatakan, 90 persen sakit tenggorokan itu karena virus," kata Dokter Spesialis Mikrobiologi, dr Anis Karuniawati di Rumah Sakit Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, pada Kamis (15/11/2018).
Advertisement
Sehingga, coba-coba mengobati sakit tenggorokan dengan antibiotik adalah salah. "Dalam keadaan tertentu memang disebabkan bakteri. Tapi kalau sudah seperti itu, pasti sudah dibawa ke dokter, "Â kata dia menambahkan.
Anis, mengatakan, penyakit karena bakteri akan terlihat lebih parah daripada virus. Meskipun virus saat ini juga sudah berkembang dan mampu membuat panas tubuh menjadi tinggi.
Â
Ada Anggapan yang Salah
Lebih lanjut, Anis juga menyinggung perihal anggapan orang-orang yang menyebut, sakit yang tidak sembuh dalam tiga harus segera diberikan antibiotik.
Namun, anggapan tersebut sudah tidak berlaku sekarang. "Sekarang tidak bisa seperti itu. Kita harus buktikan dengan laboratorium," ujarnya
Â
Penggunaan antibiotik secara bijak harus dilakukan oleh masyarakat. Salah satunya untuk mencegah kondisi resistensi antibiotik (antimicrobial resistance/AMR).
Â
Advertisement
Kematian di Seluruh Dunia
Resistensi antibiotik sendiri dianggap bertanggung jawab atas 700 ribu kematian di seluruh dunia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), AMR diprediksi menyebabkan 10 juta kematian secara global setiap tahunnya pada 2050.
"Setiap negara harus punya upaya yang diterjemahkan dalam bentuk National Action Plan, Indonesia sudah punya sejak 2017 sampai 5 tahun ke depan, dan ini menyangkut banyak sektor, " ujar Konsultan Penyakit Tropik dan Infeksi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dr. Erni Juwita Nelwan.
"Agar PPRA bisa dilaksanakan oleh rumah sakit dengan baik, diperlukan stewardship atau komitmen bersama meliputi tenaga medis maupun non medis," kata Erni.
Selain itu, Erni mengatakan, diperlukan juga infrastruktur melalui kebijakan pimpinan rumah sakit yang mendukung penggunaan antibiotik dengan bijak, pelaksanaan pengendalian infeksi yang optimal, pelayanan mikrobiologi klinis, dan pelayanan farmasi klinis secara profesional.