Liputan6.com, Jakarta Seorang pria—yang tak disebut namanya—berusia 48 tahun asal New York, Amerika Serikat didiagnosis kanker paru pada November 2008. Jika kasus pada umumnya, kanker paru disebabkan gaya hidup buruk, seperti merokok dan konsumsi alkohol, pria yang merupakan mantan perokok itu didera kanker karena turun-temurun (genetik). Kanker paru jenis adenokarsinoma diturunkan dari garis keturunan ibu.
Baca Juga
Advertisement
Riwayat kanker lain dalam keluarga sang pria juga dipengaruhi dari garis keturunan ayahnya. Dari garis keturunan ayah, beberapa anggota keluarga didera kanker payudara. Ibu sang pria juga menderita kanker otak. Ia baru memeriksakan diri karena kerap mengalami nyeri dada sebelah kiri. Setelah diperiksa menggunakan CT scan, ada nodul (benjolan berbentuk bulatan atau oval) pada paru-parunya.
Berdasarkan laporan studi kasus berjudul, Stage IV EGFR Mutation-Negative and ALK Mutation-Negative Lung Adenocarcinoma: Long-Term Survival is Possible, adanya nodul paru membuat pria yang didiagnosis kanker paru menjalani serangkaian pemeriksaan medis. Pemeriksaan biopsi dilakukan pada 2009 untuk melihat, apakah nodul tersebut termasuk tumor ganas dan berpotensi menyebar (metastasis). Hal ini juga bisa melihat stadium paru yang didera pasien.
Hasil pemeriksaan menunjukkan, ukuran tumor 0,6 cm dan jenis tumor langka. Kanker paru stadium 4 pun harus dialaminya. Demi mendapatkan pengobatan tepat, ia dirujuk melakukan pemeriksaan Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) dan Anaplastic Lymphoma Kinase (ALK). Pemeriksaan tersebut mirip biopsi, sampel tumor diambil, kemudian diperiksa dengan teknologi yang lebih canggih.
Deteksi EGFR dan ALK bertujuan, apakah tumor bermutasi dan membantu dokter menentukan pengobatan yang tepat. Berkat pemeriksaan tersebut, pasien pria diberi pengobatan dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
Terapi radiasi dan kemoterapi dilakukan sepanjang Mei-Juli 2009. Ia juga diberi obat antikoagulan (obat penghambat penggumpalan darah). Laporan studi yang dipublikasikan di ResearchGate pada Desember 2015 memaparkan, hasil pemeriksaan scan, ukuran nodul atau tumor di paru-paru sebelah kiri mengecil. Walaupun begitu sel kanker paru rupanya diam-diam menyebar hingga ke hati. Ia meninggal pada Oktober 2015.
Pemeriksaan menggunakan teknologi canggih kanker paru, khususnya stadium lanjut dapat dilakukan secara rinci dengan meneliti gen (DNA) sel kanker. Adanya pemeriksaan dapat membuat pasien bertahan hidup lebih lama. Jurnalis Liputan6.com mengangkat liputan khusus terkait pemeriksaan EGFR dan ALK untuk kanker paru.
Saksikan video menarik berikut ini:
Periksa gen sel kanker
Dari contoh kasus pasien kanker paru di atas, meski nyawanya tidak tertolong karena menderita kanker stadium lanjut, ia bisa bertahan hidup lebih lama, yakni tujuh tahun sejak didiagnosis kanker paru. Hal tersebut dipengaruhi deteksi sel kanker menggunakan EGFR dan ALK. Dua metode pemeriksaan itu dapat membuat pasien bertahan hidup lama. Ini dikarenakan pemeriksaan yang tergolong canggih itu mampu menentukan pengobatan dan perawatan yang tepat sesuai kondisi pasien.
“Pengobatan kanker paru itu berbeda dengan jenis kanker lainnya. Kalau jenis kanker lain, pengobatan bisa sama antar satu pasien dengan pasien lain, sedangkan kanker paru tergantung masing-masing orang. Lebih personalize (sesuai karakteristik pasien),” kata dokter spesialis pulmonolgi dan respirasi (paru) Alexander K Ginting saat ditemui di Hotel Gran Melia, Jakarta, ditulis Selasa (4/12/2018).
Di Indonesia, pemeriksaan kanker paru menggunakan EGFR dan ALK belum diterapkan di seluruh rumah sakit. Untuk EGFR baru dilakukan di RS Darmais, RS Siloam, dan RS Persahabatan, sedangkan ALK belum tersedia. Pemeriksaan menggunakan kedua teknologi terbilang mahal. Belum tersedianya ALK juga dipengaruhi biaya pemeriksaan yang mahal dan berteknologi tinggi (high technology). Padahal, EGFR dan ALK memainkan peran penting dalam pengobatan kanker paru.
“Pemeriksaan EGFR itu biar (sel kanker) ketahuan mutasi atau tidak. Kalau sudah ketahuan mutasi, nanti pasien dapat obat yang sesuai kondisinya. Belum semua rumah sakit rujukan ada. Belum juga masuk dalam pelayanan JKN-KIS BPJS Kesehatan. Jenis pemeriksaan ini termasuk biology market cancer. Jadi, kanker paru enggak sekadar dikemo dan radiasi saja buat semua pasien. Setiap pasien ditangani berbeda,” jelas Alex, yang berpraktik di RS Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta.
EGFR dan ALK meneliti langsung genotip (gen sel kanker). Jurnal Dentification of EGFR mutations in cytological specimens of non-small cell lung carcinoma from a single institute, yang diterbitkan di International Journal of Clinical and Experimental Pathology pada Februari 2018 menunjukkan, deteksi EGFR untuk mengetahui mutasi sel kanker termasuk cara yang efisien. Proses deteksi pun menggunakan gen (DNA) dari sel kanker itu sendiri.
Advertisement
Perpanjang hidup pasien
Alex menambahkan, teknologi baru EGFR dan ALK bisa membuat usia pasien lebih panjang. Pengobatan pasien kanker paru dapat disesuaikan, apakah ia harus menjalani radiasi, kemoterapi, dan radioterapi. Pasien bisa bertahan lebih lama meski pada akhirnya kondisi pasien dapat menurun atau sel kanker menyebar ke organ tubuh lain. Efek penurunan kondisi pasien, misal efek radioterapi menyebabkan daya ingat menurun.
EGFR berfokus memeriksa gen DNA sel kanker. ALK untuk menentukan pengobatan kanker apa yang cocok untuk pasien kanker paru.
“Kalau dulu kan kita blind (tidak tahu menahu), saat pasien didiagnosis kanker, langsung dikasih kemo saja. Tapi tidak diketahui genotip sel kankernya seperti apa. Kalau menggunakan EGFR dan ALK, kita akan tahu pengobatan seperti apa yang cocok,” ujar Alex.
Jika Tanpa EGFR dan ALK
Jika tidak menggunakan EGFR dan ALK, pengobatan sel kanker tidak mengarah secara langsung. Pengobatan dapat memperburuk pasien secara cepat. Pasien tidak bisa bertahan hidup lebih lama. Untuk pemeriksaan EGFR dan ALK ditujukan pada jenis non small cell lung cancer (jenis karsinoma dan adenokarsinoma) dan kasus metastasis. Ketika pasien didiagnosis kanker stadium 3B dan 4 dianjurkan melakukan pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan ini juga sangat diperlukan di Indonesia.
“Hampir semua kasus kanker paru yang kami terima itu sudah stadium 3B dan 4. Jarang sekali stadium 1 dan 2, kecuali dia rajin medical check up. Sudah batuk dan sesak napas baru periksa, ternyata banyak pasien yang sudah stadium lanjut. Tidak cukup biopsi umum saja, tapi juga harus jalani pemeriksaan EGFR dan ALK,” Alex menjelaskan.
Advertisement
Keunggulan EGFR dan ALK
Keunggulan pemeriksaan EGFR dan ALK, yaitu melihat sel kanker dari gen DNA secara lebih rinci dan spesifik. Dari pemeriksaan tersebut dapat diketahui obatnya seperti apa. Kalau pemeriksaan hanya melihat dari bentuk selnya saja (fenotip) tidak rinci.
“Kita hanya meraba-raba saja. Kita kasih obat, kalau enggak cocok, kasih obat B. Kalau enggak cocok, kasih obat C. Tapi EGFR dan ALK, kita langsung ke targetnya (sel kanker). Istilah pengobatan dari pemeriksaan EGFR dan ALK itu namanya ‘target terapi,’ ungkap Alex.
Target terapi yang dijalani pasien kanker paru dari deteksi EGFR dan ALK mampu membuat pasien hidup lebih lama. Pasien kanker paru bisa bertahan hidup lebih lama 2-3 tahun ataupun lebih.