Liputan6.com, Jakarta Bagi beberapa orang, laki-laki identik dengan sosok maskulin. Kaum Adam juga dikenal pantang menangis dan cenderung berpikir logis dibandingkan perempuan.
Ada juga anggapan bahwa lelaki adalah manusia dingin yang kerap mengabaikan sisi emosionalnya. Terkadang lelaki juga enggan dan menolak apabila dirinya dianggap lemah.
Baca Juga
Sebenarnya, memang benar begitu tidak, sih, laki-laki? Bila ditilik dari sisi psikologi berikut fakta dari lima mitos yang paling sering didengar tentang kaum Adam.
Advertisement
1. Tak Ingin Terlihat Lemah
Layaknya perempuan, laki-laki juga makhluk yang memiliki emosi. Memang, perempuan cenderung lebih responsif terhadap emosi yang sedang dirasakan.
Beberapa di antara lelaki cenderung memilih untuk menyembunyikan dan mengabaikan emosinya agar terhindar dari pernyataan lemah. Akibatnya, jika lelaki mempunyai permasalahan yang membuat dirinya tertekan, lelaki jauh lebih rentan memiliki keinginan untuk melakukan bunuh diri dibandingkan wanita. Hal ini disebabkan karena adanya perasaan sendiri yang muncul karena kecenderungan memendam masalah tanpa mengungkapkan emosi yang dirasakannya kepada orang lain.
Lelaki juga dipandang sebagai sosok yang maskulin. Sisi maskulinitas lelaki menjadi bingkai yang membentuk norma dari masyarakat bahwa lelaki adalah makhluk kuat yang menjadi tulang punggung, pencari nafkah utama, dan bertanggung jawab atas keluarganya.
Dominasi lelaki dalam peran di keluarga dan masyarakat ini menyebabkan mereka menjadi tidak ingin memikirkan hal-hal yang dianggap menye-menye atau emosional. Padahal, lelaki juga mempunyai sisi feminin dalam dirinya.
Sejatinya, setiap individu memiliki sisi feminin dan maskulin. Hanya saja kecenderungan tiap orang berbeda-beda. Beberapa lelaki juga mempunyai kecenderungan sisi feminin yang membuatnya lebih ekspresif dan peka, terutama terhadap hubungan interpersonal, sehingga memudahkan mereka untuk menunjukan empati terhadap orang lain.
2. Lebih Mudah Mengendalikan Emosi Negatif
Dalam sebuah studi, lelaki memang lebih mudah untuk mengendalikan emosi negatifnya dibandingkan perempuan. Lelaki cenderung memilih untuk pergi dan mencari keadaan yang netral dibandingkan berlama-lama berdebat tanpa ada ujungnya.
Biasanya, lelaki akan mencari suatu tempat di mana ia dapat menenangkan dirinya sampai emosi negatifnya memudar. Misalnya, ketika lelaki sedang berselisih pendapat dengan teman atau pasangannya, ia lebih memilih untuk diam terlebih dahulu daripada melanjutkan perdebatan.
Advertisement
3. Laki-laki Lebih Agresif
Setiap manusia memiliki kecenderungan untuk bersikap agresif. Namun, memang benar adanya bahwa dalam beberapa konteks tertentu, keagresifan pada lelaki cenderung lebih besar daripada perempuan.
Dari hasil penelitian, lelaki lebih memungkinkan untuk melakukan agresi fisik dibanding perempuan. Misalnya, dalam hubungan asmara lelaki melakukan kekerasan fisik terhadap pasangannya. Alasannya, karena secara sosial lelaki memiliki motif atas sisi patriarki yang cenderung ingin mengendalikan individu lain yang dianggap subordinatnya.
Secara biologis, laki-laki memiliki kadar hormon testosteron yang lebih tinggi. Hormon inilah yang menginduksi adanya rasa kompetitif dan keinginan untuk memiliki hierarki atau posisi yang lebih tinggi.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa lelaki yang memiliki hormon testosteron rendah maka kecenderungan agresif pada lelaki akan melemah. Massa tulang antara laki-laki dan perempuan secara umum pun berbeda. Secara anatomi fisik, laki-laki memiliki 75 persen massa otot yang lebih banyak dibanding perempuan.
Di samping itu, pola asuh juga bisa menjadi salah satu alasan mengapa laki-laki lebih agresif dibandingkan dengan perempuan. Menurut Leonard Berkowits, seorang psikolog sosial di Amerika, laki-laki telah dididik dari kecil untuk mengenal perilaku agresif. Orangtua mengenalkan mereka tentang perilaku agresif melalui pembelian mainan bersenjata (misalnya mainan “pistol-pistolan”).
Di masa anak-anak, bermain pistol-pistolan menjadi sebuah simbol bentuk permainan yang mengandung unsur perkelahian antar lelaki.
4. Mencari Pasangan yang Mirip dengan Ibu
Beberapa studi menyatakan bahwa secara tidak disadari lelaki menyeleksi calon pasangan hidupnya yang mempunyai kriteria mirip dengan ibunya. Freud sebagai bapak psikoanalisis mengatakan bahwa kelekatan anak lelaki dengan sosok ibunya saat kecil mungkin akan terungkap kembali saat mereka dewasa.
Lelaki secara tidak sadar akan menghidupkan kembali nuansa hubungan asmara dengan pasangannya sama persis saat ia masih kecil bersama ibunya. Misalnya, lelaki menggambarkan ibunya sebagai orang yang dapat merawat dan mengasuhnya dengan sangat baik, mampu memasakan makanan kesukaannya, dan mengelola keuangan bulanannya.
Saat bersama istrinya, ia juga akan mencari kemampuan yang sama dalam diri istrinya seperti kemampuan ibunya.
Advertisement
5. Tak Bisa Multitasking
Beberapa orang percaya bahwa lelaki kurang mampu mengerjakan banyak hal secara bersamaan, sedangkan perempuan mampu melakukan banyak hal dalam waktu yang bersamaan. Namun, belum terdapat penelitian yang secara konsisten membuktikan bahwa kemampuan multitasking perempuan lebih baik daripada lelaki.
Sebuah penelitian eksperimen memberikan dua jenis pekerjaan untuk lelaki dan perempuan dengan beban kerja yang sama. Didapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan antara lelaki dan perempuan dalam menyelesaikan tugas multitasking yang diberikan oleh peneliti. Kesimpulan penelitian ini adalah, secara umum lelaki dan perempuan memiliki kemampuan yang sama dalam melaksanakan suatu tugas dan multitasking.
Sejauh apapun masyarakat menganggap lelaki tidak boleh “lemah” dan cengeng, namun bukan berarti lelaki harus selalu menyembunyikan dan menolak perasaan yang hadir dalam dirinya. Lelaki juga berhak dan pantas untuk mengakui segala emosi yang sedang dirasakan.
Lelaki boleh berusaha untuk menjadi kuat dan tidak terlihat “lemah”, namun terimalah segala perasaan maupun kekurangan yang dimiliki. Sebagai lelaki kita tidak perlu malu dan takut mengekspresikan perasaannya kepada khalayak maupun diri sendiri.
“Human behaviors flow from three main sources: desire, emotion and knowledge” -Plato
Tulisan Zahra Gias Tsamarah dari Pijar Psikologi untuk Liputan6.com