Liputan6.com, Sorong Pemandangan tak biasa muncul dari ruangan kelas IV SD Inpres 109 Sorong, Papua Barat, pada Jumat, 7 Desember 2018. Puluhan murid yang biasanya pada pukul 07.00 WIT sudah duduk manis siap menerima ilmu dari guru, tapi di hari itu justru berkegiatan yang berbeda.
Tidak terlihat buku dan alat tulis di meja masing-masing murid. Yang ada hanya bahan-bahan makanan di antaranya nasi atau papeda, ayam atau ikan, beraneka ragam sayur, dan buah-buahan. Karena ternyata mereka sedang mengikuti lomba 'Pelangi di Piring Makanku'.
Baca Juga
Ini bukan sebarang adu keterampilan. Lomba tersebut punya tujuan khusus, yakni mengasah kreativitas dan pengetahuan para murid mengenai gizi seimbang setelah diberi pembekalan selama tiga bulan.
Advertisement
"Sekaligus mengedukasi anak-anak, bagaimana sebenarnya makanan kita sehari-hari, terutama dalam satu piring itu harus beraneka ragam. Harus ada karbohidrat, lauk dari protein hewani dan nabati, kemudian vitamin dan mineral," kata Mardatillah dari Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (PKGK UI), sebagai juri.
Mardatillah, mengatakan, 44 orang anak yang berada di ruangan itu merupakan murid kelas IV dan V yang menjadi bagian dari studi PSP (pengetahuan, sikap, dan perilaku). Studi PSP sendiri masuk ke dalam program Gerakan NUSANTARA (MiNum Susu TiAp Hari uNTuk Anak CeRdas Aktif Indonesia) dari Frisian Flag Indonesia.
Program Gerakan NUSANTARA yang merupakan komitmen Frisian Flag Indonesia untuk membangun keluarga Indonesia yang kuat terdiri dari intervensi edukasi gizi dan kegiatan Training of Trainers (ToT). Nah, studi PSP pada siswa kelas IV dan V termasuk ke dalam bagian intervensi edukasi gizi. Â
"ToT ini, mula-mula guru yang diberikan pemahaman terkait pedoman gizi seimbang. Kemudian, pemahaman itu mereka teruskan atau terapkan ke murid-murid kelas IV dan V," kata Mardatillah.
"Nah, di akhir program, kami mengadakan lomba Pelangi di Piring Makanku ini," ujar dia kepada Health Liputan6.com ditulis Senin, 10 Desember 2018.
Sebelum dibekali ilmu yang tidak tercantum di kurikulum, anak-anak 'diukur' dengan diberikan studi baseline, mengisi kuesioner guna mengetahui seputar sikap dan perilaku makan sehari-hari, kemudian diberikan masa intervensi selama tiga bulan dengan harapan ada perubahan dari tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku.
"Selama tiga bulan itu, guru kita latih, kita berikan pembekalan terkait materi gizi. Kemudian, guru melakukan edukasi kepada siswa selama tiga bulan yang terdiri dari 13 materi. Setiap minggu, satu materi," kata wanita yang masuk ke jajaran tim peneliti untuk Program Gerakan NUSANTARA ini.
Â
Hasil Pembekalan Pemahaman Gizi Seimbang yang Diperoleh Para Murid
Berdasarkan laporan yang Mardatillah dapat dari para guru, murid-murid SD Inpres 109 Sorong cukup menangkap perihal materi tentang gizi seimbang. Selama tiga bulan, masing-masing guru memutar otak guna menemukan sejuta agar materi yang akan mereka sampaikan diterima baik oleh murid.
Supaya tidak masuk kuping kanan keluar kuping kiri, para guru pun melakukan aksi nyata dengan mengajak anak-anak itu membawa bekal dari rumah, untuk kemudian makan bersama-sama.
Dari kegiatan ringan dan menyenangkan itu, pelan-pelan murid diberitahu bahwa makanan yang santap sudah sesuai atau belum.
Advertisement
Lomba Pelangi di Piring Makanku
Soal lomba Pelangi di Piring Makanku, Mardatillah dan tim juri lain tidak membatasi konsepnya. Murid hanya diminta membentuk sebuah grup, yang terdiri dari delapan sampai 10 orang. Selanjutnya, anak-anak diminta membawa makanan apa saja, untuk mereka sulap menjadi 'pelangi', dan dua orang perwakilan maju untuk mempresentasikannya.
"Kalau kita jelasin konsepnya, hasilnya bisa bagus semua," kata Mardatillah.
Selama lomba berjalan, Mardatillah tak menyangka bahwa para murid memperlihatkan antusiasme yang begitu besar. Mereka sesekali terlihat berdiskusi menyusun makanan apa saja yang layak buat disajikan, mampu menyelesaikan tantangan itu dengan baik.
Kelompok 1, misalkan. Murid bernama Febry dan Anju dipercaya anggota kelompoknya untuk mempresentasikan makanan yang mereka sajikan. Di atas piring berwarna putih dengan pinggiran berwarna cokelat, Febry dan teman-teman menyajikan seporsi nasi, ayam goreng, sayur kangkung, ikan, dan dua macam buah; anggur dan pisang.
"Yang masak sayur, mamaku," kata Febri.
Â
Menurut dua bocah perempuan ini, sebaiknya ada dua jenis protein hewani di dalam piring makan seorang anak sekolah.
"Protein itu biar kita kuat. Kalau proteinnya ada dua, kuatnya lebih lama," kata Febri sambil tertawa.
Sementara minumnya, murid kelas IVA ini memilih air putih dan susu cokelat. "Air putih biar sehat. Susu cokelat, karena aku, dia (menunjuk Anju), dan teman-teman suka sama cokelat," katanya.
Â
Berbeda dari tim Febri dan Anju, kelompok 12 yang diwakilkan Imanuera dan Tanti memilih sumber karbohidrat lain, yaitu papeda. Sedangkan sumber protein, ada ikan kuah kuning--yang juga pasangan pas saat menyantap seporsi papeda, sayur kangkung untuk sumber serat, dan setusuk satai buah anggur dan semangka.Â
Saat diminta menjelaskan manfaat dari makanan yang mereka sajikan, Tanti mengatakan bahwa papeda adalah sumber karbohidrat lain atau sumber pengganti nasi.
"Sebenarnya, sumber karbohidrat untuk manusia ada banyak. Tidak hanya nasi putih, masyarakat di sini, nasi diganti sama papeda. Ini agar anak-anak Papua tidak kekurangan gizi, kalau mereka tidak bisa makan nasi," ujarnya.
Sedangkan kangkung, lanjut Tanti, untuk sumber vitamin dan mineral. Sementara ikan, adalah sumber protein yang paling mudah didapat masyarakat Papua, terutama Sorong.
"Di sini banyak ikan. Ikannya segar," kata Imanuera menimpali omongan Tanti.
Untuk pemilihan semangka dan anggur, Tanti dan Imanuera menyakini bahwa buah-buah itu kaya vitamin A, B, C, D, dan E.
"Minumnya, susu," kata Tanti yang mengaku sangat gemar minum susu, terlebih susu cokelat.
Â
Juri Lomba Pelangi di Piring Makanku Mengaku Takjub
Melihat para murid mampu menata piring makannya jadi terlihat lebih berwarna, Mardatillah mengaku terkejut dan tak habis pikir sama kemampuan mereka.
"Kenapa kita tidak menentukan konsep di awal, karena kita ingin tahu, setelah masa tiga bulan pemberian materi, anak-anak ini sudah paham atau belum dengan materi yang disampaikan gurunya," kata Mardatillah.
"Ternyata hasilnya, amazing, ya. Anak-anak ini mampu mempresentasikannya dengan baik, dan dari sini terlihat, mereka paham dengan apa yang mereka bawa. Termasuk fungsi dan kandungan gizinya,"Â kata dia menambahkan.
Untuk sistem penilaian, ada lima poin yang dilihat oleh juri; keanekaragaman makanan, warna, fungsi, minum, dan presentasi. Masing-masing memiliki nilai 20.
"Rata-rata nilai mereka di atas 15 (untuk masing-masing poin tersebut)," kata Mardatillah.
Advertisement