Liputan6.com, Jakarta Kematian yang terjadi akibat kecelakaan lalu lintas terus mmeningkat. Laporan terbaru dari Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menunjukkan setidaknya 1,35 juta korban jiwa setiap tahunnya.
Global status report on road safety 2018 juga menyoroti bahwa kecelakaan lalu lintas saat ini menjadi pembunuh utama anak dan remaja yang berusia 5 hingga 29 tahun.
Baca Juga
"Kematian ini adalah harga yang tidak bisa diterima untuk membayar mobilitas," kata Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus seperti dikutip dari laman resmpi WHO pada Selasa (18/12/2018).
Advertisement
"Laporan ini adalah seruan bagi pemerintah dan mitra untuk mengambil tindakan yang jauh lebih besar dalam menerapkan berbagai langkah," tambahnya.
Saksikan juga video menarik berikut ini:Â
Kebijakan jalan dan kampanye publik
Laporan ini juga menyebutkan, sekalipun tingkat kematian tinggi, namun beberapa negara dengan penghasilan menengah dan tinggi telah memiliki upaya dalam mengurangi hal tersebut.
"Keamanan lalu lintas adalah masalah yang tidak mendapat perhatian yang semestinya, ini adalah salah satu peluang besar kita untuk menyelamatkan kehidupan di seluruh dunia," kata Pendiri dan CEO Bloomberg Philanthropies dan Duta Besar Global WHO untuk Penyakit dan Cedera yang tidak menular Michael R. Bloomberg.
"Kebijakan dan desain jalan yang cerdas, serta kampanye kesadaran publik yang kuat bisa menyelamatkan jutaan jiwa selama beberapa dekade mendatang."
Â
Advertisement
Pengendara motor dan pejalan kaki
Angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas sendiri tiga kali lebih tinggi di negara-negara berpenghasilan rendah. Angka tertinggi berada di Afrika dengan 26,6 per seratus ribu penduduk. Sementara, kasus terendah berada di Eropa dengan 9,3 per seratus ribu penduduk.
Secara global, pejalan kaki dan pengendara sepeda menjadi korban terbesar dari kecelakaan lalu lintas sebesar 26 persen.
Sementara itu, pengendara motor dan penumpangnya menjadi penyebab terbesar kematian akibat kecelakaan lalu lintas hingga 28 persen. Di beberapa wilayah seperti Asia Tenggara dan Pasifik Barat, angkanya menjadi lebih tinggi. Masing-masing mencapai 43 dan 36 persen.