Liputan6.com, Jakarta Peneliti mengklaim, di masa depan sejumlah obat murah yang banyak digunakan untuk diabetes dan jantung bisa digunakan untuk mengobati penyakit mental yang parah.
Para peneliti di University College London mengatakan temuan mereka memiliki potensi yang sangat besar. Tapi untuk saat ini, mereka masih akan melakukan uji klinis.
Baca Juga
Berikut daftar obat yang diprediksi oleh sains juga dapat membantu pasien dengan gangguan kesehatan mental yang parah.
Advertisement
- obat anti kolesterol, statin yang dapat meredakan peradangan terkait dengan masalah kesehatan mental atau membantu tubuh menyerap obat anti-psikotik.
- obat tekanan darah, dapat mengubah kalsium di otak yang telah dikaitkan dengan gangguan bipolar dan skizofrenia.
- metformin, obat diabetes tipe 2 dapat mengubah suasana hati.
Dalam studinya, para ilmuwan menganalisis catatan medis seumur hidup dari 142.691 orang di Swedia yang menderita skizofrenia, gangguan bipolar, atau penyakit mental berat lainnya.
Mereka kemudian membandingkan berapa kali pasien dirawat di klinik rumah sakit jiwa ketika mereka minum obat dan ketika tidak.
"Ada pengurangan 10-20% dalam jumlah episode (gangguan mental) ketika menggunakan obat ini," kata Dr Joseph Hayes, salah satu peneliti di UCL.
Hasilnya, yang diterbitkan dalam jurnal JAMA Psychiatry, juga menunjukkan pengurangan kerusakan diri. "Ini sangat menarik. Studi ini bahkan punya potensi yang sangat besar dan saya senang dengan hasilnya. Tapi ini benar-benar baru titik awal," katanya, seperti dimuat BBC.
Â
Resep tak boleh sembarangan
Sementara itu, Dr Hayes mengatakan orang awam tidak boleh memberikan resep sembarangan pada pasien. "Yang harus dilakukan adalah menemui dokter dan memerika kesehatan fisik lengkap," kata Dr Hayes.
Dr James MacCabe, dari Institute of Psychiatry di King's College London, mengatakan: "Temuan ini sangat menarik.
"Temuan ini sangat menyarankan peran potensial untuk menggunakan kembali obat ini untuk meningkatkan hasil kesehatan mental."
Tetapi ada satu keraguan, kata dia. Banyak penelitian membandingkan satu kelompok pasien yang menggunakan obat dengan yang tidak meminumnya. Namun yang ini membandingkan pasien pada berbagai tahap kehidupan ketika mereka menggunakan obat atau tidak.
Inilah mengapa Prof Naveed Sattar, dari University of Glasgow, tetap skeptis dan mengatakan akan sangat berhati-hati dengan temuan ini dan hanya akan berubah pikiran jika efeknya terbukti kuat dalam uji coba acak."
Advertisement