Sukses

Muncikari Sasar Pelajar dalam Bisnis Prostitusi di Lampung Timur

Respons KPAI terhadap dugaan pelajar jadi sasaran prostitusi di Lampung Timur yang berbasis daring (online).

Liputan6.com, Jakarta Di penghujung 2018, jajaran Polres Lampung Timur menangkap para tersangka dalam kasus prostitusi anak di bawah umur berstatus pelajar.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi upaya Polres Lampung Timur yang telah membongkar sindikat perdagangan orang (anak) korban prostitusi berbasis daring (online) tersebut.

Dari laporan yang diterima KPAI, tersangka PI (36) dan BA (21) mengaku telah menjalankan bisnis prostitusi tersebut selama kurang lebih tiga bulan pada sedikitnya tiga orang anak. Kasus prostitusi anak ini termasuk kejahatan yang sangat serius.

"Sangat memprihatinkan, sesuai laporan akhir tahun 2018 yang dikeluarkan KPAI secara resmi. Angka anak korban prostitusi menempati angka tertinggi dalam kasus trafficking dan eksploitasi. Selama tahun 2018 mencapai 92 kasus," kata Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi Anak Ai Maryati Solihah melalui rilis yang dikirimkan kepada Health Liputan6.com, Jumat, (18/1/2019).

KPAI juga memonitor agar kepolisian mengembangkan penyelidikan. Diduga berkorelasi dengan prostitusi di Kota Metro Lampung beberapa waktu yang lalu.

Dugaan sindikat TPPO yang menyasar pelajar tersebut dapat dijerat UU No 21 Tahun 2007 tentang PTPPO junto UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan hukuman 15 tahun maksimum.

 

 

Saksikan video menarik berikut ini:

2 dari 2 halaman

Dorong rehabilitasi

Ai menambahkan, KPAI mendorong pemerintah daerah Lampung Timur menjalankan proses rehabilitasi korban dengan tidak mengenyampingkan hak pendidikan korban. Hal ini bertujuan agar korban tidak putus sekolah.

Anak diberikan waktu untuk menjalankan proses hukum dengan tetap melindungi hak dasar/pendidikan anak-anak ini. Berdasarkan informasi yang KPAI peroleh dari P2TP2A Propinsi Lampung, saat ini anak-anak terindikasi dalam keadaan traumatis, terutama kasusnya diketahui banyak orang.

"Mereka takut tidak bisa sekolah lagi, malu dengan teman-temannya, dan takut dengan orang tuanya. Kami juga menghimbau agar kasus ini mendapat perhatian sesuai ketentuan korban TPPPO dengan melindungi hak restitusi anak atas kerugian yang dialami," tutup Ai.