Sukses

Ada Transplantasi Tinja, Siapa yang Membutuhkan?

Transplantasi tinja sendiri berhasil bagi mereka yang memiliki diare akut. Apalagi, jika para pendonornya memiliki kotoran yang dianggap baik

Liputan6.com, Jakarta Donor ginjal atau mata mungkin sudah lazim di dunia medis. Namun bagaimana dengan transplantasi tinja?

Mungkin hal ini terdengar aneh. Namun, donor semacam ini memang ada dan terbukti berhasil, terutama jika pendonornya memiliki kotoran 'berkualitas'.

Dilansir dari New York Post pada Rabu (23/1/2019), donor tinja atau feses adalah transplantasi yang dilakukan orang yang sehat, dengan menyumbangkan kotorannya kepada seseorang yang menderita masalah perut kronis.

Para ilmuwan menemukan, cara ini terbukti efektif untuk mengobati jenis gangguan pencernaan. Dalam sebuah penelitian terbaru, para peneliti mencari cara untuk mengidentifikasi mereka yang disebut 'pendonor super' atau orang yang kotorannya secara obyektif lebih unggul.

"Dua dekade terakhir banyak pertumbuhan di daftar kondisi medis terkait dengan perubahan mikrobioma-bakteri, virus, dan jamur, terutama di usus," kata penulis studi Justin O'Sullivan, Ph.D. dari University of Auckland, Selandia Baru.

"Faktanya, kita tahu bahwa perubahan mikrobioma usus bisa berkontribusi terhadap penyakit, berdasarkan studi pada tikus bebas kuman, serta perbaikan klinis pada pasien manusia setelah pemulihan mikrobioma usus dengan mencangkokkan tinja dari donor yang sehat."

Simak juga video menarik berikut ini:

 

2 dari 2 halaman

Berhasil untuk pasien diare kronis

Studi ini dipublikasikan pada Senin lalu di jurnal medis Frontiers in Cellular and Infection Microbiology. Para peneliti melaporkan bahwa donor tinja hampir selalu berhasil pada pasien diare kronis.

Namun, mereka kurang ampuh pada orang dengan penyakit yang lebih serius seperti diabetes tipe 2 dan radang usus. Adapun, mereka menemukan bahwa tingkat keberhasilannya mencapai 20 persen dari seluruh waktu, jika tinjanya berasal dari para pendonor super.

"Pola keberhasilan uji coba ini menunjukkan keberadaan pendonor super, yang fesesnya cenderung mempengaruhi usus inang dan mengarah pada perbaikan klinis," ujar O'Sullivan.

Tim peneliti mengatakan, para pendonor ini menghasilkan tinja yang penuh dengan mikroba sehat. Mereka yakin, orang dengan keseimbangan bakteri usus yang baik cenderung mengembangkan banyak penyakit.

"Harapan kami adalah bahwa jika kita bisa menemukan bagaimana ini terjadi, maka kita dapat meningkatkan keberhasilan transplantasi tinja dan bahkan mengujinya untuk kondisi terkait mikrobioma baru seperti Alzheimer, multiple sclerosis, dan asma," tambah O'Sullivan.