Liputan6.com, Jakarta Laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, ada 18 kasus pengaduan pelibatan anak dalam kampanye politik yang dilakukan oleh jaringan tim sukses capres-cawapres hingga partai politik. Data tersebut dari Januari sampai Februari 2019.
Baca Juga
Advertisement
Komisioner KPAI Bidang Trafficking dan Eksploitasi Anak, Ai Maryati Solihah menjelaskan, ada efek buruk melibatkan anak dalam kampanye politik.
"Konsekuensinya tumbuh kembang anak jadi tidak baik. Karen anak harus memilih atau mendukung salah satu pasangan calon. Situasi ini jelas tidak sehat buat tumbuh kembah anak," kata Ai saat berbincang dengan Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Jumat, 1 Maret 2019.
Yang paling mencemaskan, anak bisa jadi sasaran bullying teman-temannya. Hal ini terjadi bila pilihan paslon capres-cawapres si anak berbeda dengan teman-temannya.
"Anak bisa dibully karena memilih pilihan yang berbeda," lanjut Ai.
Â
Â
Saksikan video menarik berikut ini:
Lindungi hak anak
Kampanye politik yang melibatkan anak, menurut KPAI, termasuk pelanggaran terhadap hak anak. Hal ini berdasarkan UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 15.
Pasal tersebut menegaskan bahwa anak memiliki hak perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik. Padahal, hak anak perlu dilindungi.
"Perlu ada edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Kalau anak bukan sasaran aktivitas politik," Ai melanjutkan.
Dari 18 aduan pelibatan anak yang masuk ke KPAI sebanyak 5 kasus dilakukan jaringan timses atau timses capres dan cawapres. Kemudian 13 kasus lain terkait penyalahgunaan oleh partai politik nasional. Misal, membawa bendera partai, memakai atribut partai, dan memasang bendera partai politik.
Advertisement