Liputan6.com, Jakarta Pengobatan penyakit ginjal yang dijamin BPJS Kesehatan menghabiskan biaya triliunan rupiah. Dalam hal ini, pengobatan terkait cuci darah (hemodialisa) pada pasien gagal ginjal.
Data BPJS Kesehatan pada tahun 2017 mencatat 3.657.691 prosedur cuci darah dengan total biaya Rp 3,1 triliun. Pembiayaan tersebut termasuk tinggi dalam kategori pengobatan penyakit tidak menular.
Baca Juga
"Pembiayaan tersebut besar karena pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa juga tinggi jumlahnya. Apalagi (hemodialisa) dijamin BPJS Kesehatan. Ini memberikan kemudahan pasien gagal ginjal untuk mengakses cuci darah," papar Ketua Umum PB Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PB PERNEFRI) Aida Lydia saat ditemui di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Rabu, 13 Maret 2019.
Advertisement
Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, Budi Mohamad Arief memaparkan, pengeluaran biaya BPJS Kesehatan untuk penyakit katastropik gagal ginjal habiskan Rp 13,3 triliun pada tahun 2014.
Persentase penyakit ginjal kronik di Indonesia sebesar 3,8 persen dengan kenaikan sebesar 1,8 persen dari 2013, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 Kementerian Kesehatan.
Adapun rinciannya, prevalensi gagal ginjal pada pria sebesar 4,17 persen dan wanita sebesar 3,52 persen. Dari karakteristik usia, prevalensi gagal ginjal tertinggi usia 65-74 tahun sebesar 8,23 persen.
"Gagal ginjal (angkanya) makin tinggi di negara-negara berkembang. Sebenarnya angkanya tidak pasti karena setiap negara prevalensinya berbeda-beda," ujar Aida.
Saat ini diperkirakan sekitar 10 persen penduduk dunia menderita penyakit gagap ginjal kronik. Selain Indonesia, prevalensi gagal ginjal juga tinggi di beberapa negara Asia Tenggara.
Prevalensi gagal ginjal di Malaysia sekarang sebesar 9,1 persen. Di Thailand sebesar 16,3 persen.