Sukses

Kemenkes: Jangan Pasang Iklan Rokok di Depan Sekolah

Kementerian Kesehatan RI menegaskan, dampak buruk dari pemasangan iklan rokok di depan sekolah.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan RI Cut Putri Arianie menegaskan, pemasangan iklan rokok harus beretika. Terlebih lagi jangan dipasang di depan sekolah .

"Ada banyak iklan rokok (reklame, spanduk) yang tayang (dipasang) di depan sekolah. Itu namanya sudah enggak beretika. Jangan di depan sekolahan dong masangnya. Iklannya bisa memaksa anak sekolah buat beli rokok," tegas Arianie saat ditemui di Hotel JS Luwansa, Jakarta, ditulis Minggu, (17/3/2019).

Ketika siswa melihat iklan rokok, mereka bisa berpikir untuk coba-coba membelinya. Misal, uang jajan siswa sehari Rp10.000, dia bisa menyisihkan untuk  membeli rokok.

"Atau kalau iklan enggak ditulis mereknya apa dan dipasang di warung, tetap saja harga eceran Rp1.500 rokok per batang. Anak-anak bisa langsung tahu, 'Gue bisa beli lima batang rokok dengan uang Rp10.000,' lanjut Arianie.

Pengaruh iklan rokok sangat mendorong anak untuk membeli rokok. Hal tersebut juga berdasarkan penelitian di luar negeri, yang mana iklan memengaruhi seseorang untuk mengonsumsi atau membeli suatu barang.

 

 

Saksikan video menarik berikut ini:

2 dari 2 halaman

Sekolah dikelilingi iklan rokok

Pantauan Yayasan Lentera Anak menemukan, 85 persen sekolah di Indonesia dikelilingi iklan rokok. Iklan berupa spanduk di warung-warung terdekat sekolah. Sedikitnya 30 merek rokok beriklan di sekitar sekolah.

Iklan rokok lebih banyak menyasar anak-anak. Efek jangka panjang pada anak yang merokok, mereka akan menjadi perokok loyal di masa mendatang. Cukai rokok pun harus dinaikkan.

"Untuk perlindungan terhadap rokok yang pasti cukainya dulu dinaikkan. Ya, supaya rokok itu mahal," Arianie menambahkan.

Yang perlu diperhatikan juga Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 menyebut, larangan tempat-tempat yang harus bebas asap rokok. Dalam hal ini, kawasan bebas asap rokok, antara lain sekolah, tempat bermain anak, tempat ibadah, tempat kerja, fasiitas umum, dan transportasi umum.

"Yang punya wilayah masing-masing kan kepala daerah. Apakah mereka menerapkan kawasan bebas asap rokok itu atau tidak. Ini berhubungan dengan daerah otonomi," ujar Arianie.