Liputan6.com, Jakarta Menurut WHO Indonesia menjadi negara uratan ke-2 terbanyak yang memiliki kasus difteri setelah yang pertama India. Tercatat 3.353 kasus difteri dilaporkan dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2016. Dari 3.353 orang yang menderita difteri, dan 110 di antaranya meninggal dunia.
Hampir 90% dari orang yang terinfeksi, tidak memiliki riwayat imunisasi difteri yang lengkap. Oleh karena itu, untuk mencegah penyakit difteri ini, harus melakukan imunisasi difteri yang sudah disediakan pemerintah.
Advertisement
Baca Juga
Difteri atau diptheria merupakan infeksi bakteri yang menyerang membran mukus pada tenggorokan dan hidung. Penyakit menular ini disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphthetiae, di mana penyebarannya melalui cairan yang keluar melalui hidung dan mulut.
Oleh sebab itu, kamu harus berhati-hati ketika berbagi gelas dengan orang lain dan sebaiknya hindari penggunaan tisu yang telah dipakai. Berikut penyakit difteri dan penjelasannya yang telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (19/3/2019).
Gejala Penyakit Difteri
Tanda gejala penyakit difteri tampak dalam 2-5 hari setelah terpapar bakteri. Beberapa orang tidak menunjukkan gejala, namun beberapa orang memiliki gejala ringan yang seringkali sama dengan flu biasa. Terdapat ciri difteri yang khas dan dapat dilihat, seperti terdapat lapisan tebal abu-abu di tenggorokan dan tonsil. Gejala penyakit difteri yang perlu diwaspadai meliputi:
- Demam
- Menggigil
- Pembesaran kelenjar di leher
- Suara yang keras seperti menggonggong
- Radang tenggorokan
- Kulit yang membiru
- Mengeluarkan air liur terus menerus
- Rasa tidak nyaman pada tubuh
Â
Gejala penyakit difteri yang lain:
- Sulit bernapas dan sulit menelan
- Perubahan pandangan
- Bicara cadel
- Tanda syok seperti pucat dan kulit yang dingin, berkeringat dingin, dan denyut jantung yang cepat.
Kamu juga dapat mengalami difteri kutaneus atau difteri kulit jika memiliki higinitas yang buruk dan hidup di area tropis. Difteri kulit seringkali menyebabkan ulkus (luka) dan kemerahan di kulit yang terkena.
Â
Advertisement
Penyebab Penyakit Difteri
Jika mengalami penyakit difteri, segera hubungi dokter. Penyakit difteri adalah penyakit yang dapat menyebabkan kerusakan serius pada ginjal, sistem saraf, dan jantung, jika tidak diobati. Penyakit ini menyebabkan hal yang fatal dari 3 persen kasusnya.
Penyakit difteri adalah kondisi yang serius, maka dokter akan memberikan terapi dengan cepat dan agresif. Langkah pertama terapi pengobatan difteri adalah injeksi antitoksin. Injeksi antitoksin ini akan melawan toksin yang dihasilkan bakteri di dalam tubuh. Pastikan beritahu dokter jika memiliki alergi terhadap obat tertentu.
Jika memang ada suatu alergi, maka dokter akan berhati-hati dalam pemberian antitoksin atau obat difteri, dimulai dari dosis yang sedikit lalu meningkat sedikit demi sedikit. Penyebab difteri adalah bakteri, sehingga dokter juga dapat meresepkan antibiotik seperti penisilin dan eritromisin untuk membantu memberantas infeksi bakteri yang terjadi di dalam tubuh.
Selama pengobatan difteri, dokter juga dapat menyarankan untuk pasien opname di rumah sakit di ruang isolasi sehingga pasien tidak akan berpotensi menularkan infeksi ke orang lain.
Cara Mengobati Penyakit Difteri
Biasanya dokter akan mengambil sampel dari lendir di tenggorokan, hidung, atau ulkus di kulit untuk diperiksa di laboratorium. Apabila seseorang diduga kuat tertular difteri, dokter akan segera memulai pengobatan, bahkan sebelum ada hasil laboratorium.
Dokter akan menganjurkannya untuk menjalani perawatan dalam ruang isolasi di rumah sakit. Lalu langkah pengobatan akan dilakukan dengan 2 jenis obat, yaitu antibiotik dan antitoksin.
Antibiotik akan diberikan untuk membunuh bakteri dan menyembuhkan infeksi. Dosis penggunaan antibiotik tergantung pada tingkat keparahan gejala dan lama pasien menderita difteri. Sebagian besar penderita dapat keluar dari ruang isolasi setelah mengonsumsi antibiotik selama 2 hari.
Tetapi sangat penting bagi mereka untuk tetap menyelesaikan konsumsi antibiotik sesuai anjuran dokter, yaitu selama 2 minggu. Penderita kemudian akan menjalani pemeriksaan laboratorium untuk melihat ada tidaknya bakteri difteri dalam aliran darah. Jika bakteri difteri masih ditemukan dalam tubuh pasien, dokter akan melanjutkan penggunaan antibiotik selama 10 hari.
Sementara itu, pemberian antitoksin berfungsi untuk menetralisasi toksin atau racun difteri yang menyebar dalam tubuh. Sebelum memberikan antitoksin, dokter akan mengecek apakah pasien memiliki alergi terhadap obat tersebut atau tidak.
Apabila terjadi reaksi alergi, dokter akan memberikan antitoksin dengan dosis rendah dan perlahan-lahan meningkatkannya sambil melihat perkembangan kondisi pasien. Bagi penderita yang mengalami kesulitan bernapas karena hambatan membran abu-abu dalam tenggorokan, dokter akan menganjurkan proses pengangkatan membran.
Sedangkan penderita difteri dengan gejala ulkus pada kulit dianjurkan untuk membersihkan bisul dengan sabun dan air secara seksama.
Selain penderita, orang-orang yang berada di dekatnya juga disarankan untuk memeriksakan diri ke dokter karena penyakit ini sangat mudah menular. Misalnya, keluarga yang tinggal serumah atau petugas medis yang menangani pasien difteri.
Dokter akan menyarankan mereka untuk menjalani tes dan memberikan antibiotik. Terkadang vaksin difteri juga kembali diberikan jika dibutuhkan. Hal ini dilakukan guna meningkatkan proteksi terhadap penyakit ini.
Advertisement