Liputan6.com, Sibolangit "Saya mendengar dari kawan-kawan di Sumatran Orang Utan Conservation Programme (SOCP) bahwa orang utan yang saya bantu tangani itu kualitas hidupnya (sekarang) menjadi jauh lebih baik. Bahkan (mampu) dilepasliarkan dan menghasilkan keturunan di hutan. Ini membuat saya sangat gembira.”
Ungkapan kegembiraan di atas disampaikan ahli bedah tulang dan saraf manusia asal Swiss, Andreas Messikommer. Andreas ikut membantu menangani kasus-kasus orang utan Sumatera yang patah tulang dan tubuh penuh tembakan peluru masyarakat. Berkat dedikasinya, beberapa orang utan mampu bertahan hidup.
Advertisement
Baca Juga
Kini, Andreas terlibat menangani orang utan Hope. Ada 74 peluru senapan angin bersarang di tubuh orang utan itu. Kedua mata Hope juga buta total. Pada Minggu, 17 Maret 2019, Andreas dan Tim SOCP di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan di Sibolangit, Sumatera Utara, melakukan operasi tulang bahu pada Hope.
Tulang bahu Hope patah, mengakibatkan robeknya kantong udara (air sac)--bagian internal dari sistem pernapasan--Hope. Infeksi pun terjadi dan harus segera ditangani. Tim medis memprioritaskan operasi tulang bahu. Sementara itu, 74 peluru pada tubuh Hope belum dikeluarkan.
Selain operasi pada orang utan Hope, Andreas dan Tim SOCP juga terlebih dahulu melakukan operasi pada bayi orang utan bayi bernama Brenda. Bayi orang utan berumur sekitar 3-4 bulan ini mengalami patah lengan atas kiri (tulang humerus), menurut keterangan rilis, ditulis Kamis, 21 Maret 2019.
Brenda dievakuasi minggu lalu oleh seorang anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari area pembukaan lahan di daerah Aceh Barat Daya. Anggota TNI menghubungi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh.
Ia melaporkan keberadaan bayi orang utan yang mengalami patah tulang tersebut. Tim BKSDA Aceh dan SOCP bergerak pada Senin, 11 Maret 2019 ke Aceh Barat Daya, lalu membawa Brenda ke Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan di Sibolangit untuk mendapat perawatan intensif.
Saksikan video menarik berikut ini:
Berawal dari pasca Tsunami Aceh
Andreas yang merupakan lulusan Faculty of Medicine di University of Lausanne berkali-kali membantu melakukan operasi penanganan kasus-kasus patah tulang pada orang utan. Ia bekerja sama dengan Tim Medis SOCP sebagai relawan.
Artinya, seluruh penanganan kasus pada orang utan dilakukan Andreas secara sukarela. Sehari-hari, ia menjadi konsultan bedah di Clinique La Prairie sejak tahun 1996.
Keterlibatan Andreas dalam menangani kasus orang utan berawal dari pasca Tsunami Aceh tahun 2004. Pada waktu itu, Andreas bekerja sama dengan YEL dan PanEco sebagai salah satu relawan untuk menangani korban tsunami di Aceh dan Medan.
Sebagian besar kasus-kasus korban tsunami harus menjalani pembedahan. Misal, bedah tulang, amputasi, grafting kulit (cangkok kulit), dan lainnya. Para korban tsunami dibawa ke Medan.
Andreas pun bekerja sama dengan beberapa ahli bedah Indonesia di lima rumah sakit di Medan dan Langsa untuk melakukan operasi terhadap sekitar 40 korban tsunami.
Secara bersamaan, Direktur SOCP Ian Singleton juga terlibat dalam penanganan korban tsunami. Ia juga bekerjasama dengan Andreas di lapangan.
Ian meminta bantuan Andreas menangani salah satu orang utan kecil yang menderita hernia di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan di Sibolangit. Hernia adalah penyakit akibat turunnya buah zakar seiring melemahnya lapisan otot dinding perut.
Advertisement
Tangani lebih dari 15 orang utan
Sejak diminta menangani orang utan kecil di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan di Sibolangit, Andreas kemudian menjadi relawan PanEco. PanEco, sebuah organisasi lingkungan hidup berkantor pusat di Swiss.
Organisasi tersebut bekerja sama dengan Yayasan Ekosistem Lestari yang menjalankan program pelestarian Orang Utan Sumatera. Program ini dikenal dengan nama Sumatran Orang Utan Conservation Programme (SOCP).
“Kalau tidak salah, lebih dari 15 orang utan yang saya tangani bersama-sama Tim SOCP sejak tahun 2005, termasuk operasi Hope dan Brenda ini. Kasus-kasus orang utan yang kami bantu begini semua kondisinya. Sangat memprihatinkan," Andreas menuturkan.e
Stelah mendapatkan perawatan, Andreas gembira mendengar kabar, sebagian orang utan yang ditanganinya dapat hidup dengan baik.
Di sisi lain, orang utan yang termasuk salah satu satwa liar yang dilindungi kerap menjadi korban tembakan peluru senapan angin. Ian Singleton juga menyampaikan keprihatinannya atas masih maraknya penggunaan senapan angin.
“Kondisi Hope masih sangat serius dan tim medis SOCP tetap bekerja keras untuk mengupayakan keselamatanya. Kami sedih sekali menghadapi kasus seperti ini, terutama karena ini bukan kasus pertama. Kami telah menerima dan merawat cukup banyak orang utan yang tubuhnya penuh dengan puluhan, bahkan ada yang lebih dari seratus peluru akibat ditembak oleh masyarakat," jelas Ian.