Liputan6.com, Jakarta Nama Jack the Ripper mungkin tidak asing bagi para pecinta misteri di dunia. Walaupun banyak diadaptasi ke dalam literatur dan media fiksi, julukan tersebut sesungguhnya nyata.
Jack the Ripper sendiri merupakan julukan dari seorang pembunuh berantai di Inggris. Dia dilaporkan membunuh setidaknya lima wanita di wilayah Whitechapel, London antara Agustus hingga November 1888.
Baca Juga
Lebih dari satu abad namanya sudah melegenda. Walaupun begitu, berbagai penyelidikan yang dilakukan para ilmuwan tidak bisa mengungkap siapa identitas pembunuh berantai ini. Hingga baru-baru ini, sebuah studi menemukan titik terang.
Advertisement
Dalam sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of Forensic Sciences, dosen senior biologi molekuler dari Liverpool John Moores University, Jari Louhelainen dan pakar andrologi molekuler David Miller dari University of Leeds mengklaim bahwa mereka menemukan petunjuk tentang identitas pembunuh berantai itu. Mereka menjelaskan bahwa keduanya menggunakan satu-satunya bukti fisik yang terkait dengan pelaku dan ditemukan di salah satu korban Jack the Ripper.
Dilansir dari New York Post pada Rabu (20/3/2019), Science melaporkan bahwa dua ilmuwan ini menganalisis DNA dari selendang berdarah milik korban keempat Jack yaitu Catherine Eddowes. Wanita ini terbunuh pada 30 September 1888 dengan kondisi tubuh rusak di Whitechapel's Mitre Square.
Simak juga video menarik berikut ini:
Tes DNA Ungkap Tukang Cukur adalah Jack the Ripper
Tes DNA yang dilakukan para ilmuwan mengaitkan pembunuh misterius itu dengan Aaron Kosminski. Pria ini merupakan tukang cukur Polandia berusia 23 tahun yang tinggal di London dekat dengan lokasi kejahatan itu. Namun, Science Magazine menyatakan bahwa meskipun saat itu teridentifikasi sebagai tersangka, polisi tidak punya cukup bukti yang menuntut Kosminski atas kejadian tersebut.
"Kami menerapkan teknik baru yang meminimalisir kerusakan untuk memulihkan sampel dari noda yang relecan secara forensik pada bukti, dan memisahkan sel tunggal yang terkait dengan tersangka diikuti dengan analisis fenotipik," kata para ilmuwan.
"Profil mtDNA (DNA mitokondria) dari korban dan tersangka cocok dengan sampel referensi yang sesuai, memperkuat kaitan antara bukti dengan tempat kejadian perkara."
Keduanya mengklaim bahwa penelitian itu merupakan yang paling maju di antara studi sejenis. Science Magazine menyatakan bahwa ini adalah temuan pertama dari tes DNA yang diterbitkan dan diulas dalam jurnal ilmiah.
Moores mengatakan pada Fox News, hasil lebih lengkap akan dirilis pada akhir tahun ini. Mereka akan membuka kisah lengkapnya dalam sebuah makalah, serta bukti grafis terbaru pada bulan September.
Advertisement