Sukses

Korban Badai Idai di Mozambik Bertahan Matian-matian Menunggu Diselamatkan

Korban yang selamat di daerah yang dilanda badai di Mozambik bertahan matian-matian di atap rumah, menunggu diselamatkan.

Liputan6.com, Mozambik Badai Idai meluluhlantakkan Afrika Selatan, salah satunya di Mozambik. Ratusan orang tewas. Dampak buruk dari badai pun mengakibatkan banjir besar menyapu Mozambik.

Korban yang selamat di daerah yang dilanda badai di Mozambik bertahan matian-matian. Mereka menunggu diselamatkan dengan cara bertahan di atap-atap rumah.

Daerah tempat tinggal mereka hampir tenggelam oleh air banjir. Mereka menunggu bantuan dan penyelamatan, menurut laporan badan amal Save the Children.

Para relawan juga berlomba melawan waktu untuk menyelamatkan ribuan anak yang terperangkap di Buzi, sebuah kabupaten di provinsi Sofala di Mozambik.

Daerah tersebut hanya mampu bertahan 24 jam ke depan, yang selanjutnya banjir menenggelamkan seluruh kawasan. Survei menunjukkan, lebih dari 50 kilometer tanah di kota Buzi terendam setelah sungai meluap akibat Badai Idai.

"Ribuan anak-anak berada di daerah yang sepenuhnya dilanda air. Di banyak lokasi, sudah tidak terlihat lagi atap rumah dan puncak pohon. Yang terlihat dari atas hanya air banjir," ujar Machiel Pouw dari Save the Children's, dikutip dari CNN, Rabu, 20 Maret 2019.

Sacha Myers dari Save the Children juga menambahkan, siituasi saat ini di Mozambik semakin memburuk setiap jam.

"Daerah itu sudah dibanjiri oleh air akibat Badai Idai. Sekitar 100.000 orang di Mozambik membutuhkan pertolongan darurat," tambahnya.

Terjangan Badai Idai menghancurkan tiga negara di Afrika Selatan, yakni Mozambik, Malawi, dan Zimbabwe.

 

 

Simak video menarik berikut ini:

2 dari 3 halaman

Seluruh akses komunikasi dan transportasi terputus

Program Pangan Dunia mengatakan, "samudera pedalaman" di Mozambik meluas hingga "bermil-mil ke segala arah," di mana para korban berdesakan di atap rumah dan berpegangan pada pohon, menunggu untuk diselamatkan. "Orang yang terlihat dari udara mungkin yang beruntung." 

Juru Bicara Senior World Food Program, Herve Verhoosel melanjutkan, korban yang tengah menunggu diselamatkan dan bertahan di atap rumah termasuk orang-orang yang beruntung. Mereka juga berdesak-desakan di atap rumah.

Melansir laman NPR, sebanyak 1,7 juta orang tinggal di jalur badai di Afrika Selatan. Masalah terbesar kini adalah menjangkau mereka yang membutuhkan bantuan dan penyelamatan.

"Semua jalan diblokir. Banyak jembatan rusak. Bahkan pelabuhan rusak," kata Verhoosel. Tidak ada listrik. Jelas tidak ada juga telepon. Tidak ada internet. Akses dan komunikasi adalah masalah utama pertama bagi kami untuk menjangkau korban."

Mozambik, Malawi, dan Zimbabwe melaporkan ratusan orang tewas dan terluka. Jumlahnya diperkirakan akan meningkat. Euloge Ishimwei, juru bicara Federasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, mengatakan kepada NPR,

"Begitu banyak orang kehilangan orang-orang yang mereka cintai. Begitu banyak orang kehilangan segalanya. Mereka terluka dan harus dibawa ke rumah sakit."

Hujan deras diperkirakan akan berlanjut hingga Kamis, 21 Maret 2019 dan merendam lebih banyak daerah.

3 dari 3 halaman

Logam terbang memenggal korban

Warga di Beira mengungkapkan, banyak korban terluka karena benda logam terbang dari atap beberapa rumah di daerah itu.

"Lembaran benda logam menyebabkan orang terpenggal. Kami tidak memiliki bantuan di sini. Semakin lama makin buruk. Kami sudah tidak punya rumah," kata Rajino Paulino.

Layla George, korban lain, mengatakan, dia tidur pada Kamis malam, 14 Maret 2019 ketika atap rumahnya hancur oleh angin kencang yang disebabkan badai.

"Aku ada di dalam rumahku dan sedang tidur. Tiba-tiba atap rumah terbang. Kami mulai menangis minta tolong, tetapi ada tidak membantu karena itu tengah malam dan ada banyak angin," ujar George.

Lebih dari 200 orang di Mozambik dipastikan tewas, kata Presiden Mozambik Filipe Nyusi pada Selasa, 19 Maret 2019. Korban tewas diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 1.000 jiwa.