Sukses

Turunkan Jasad di Gunung Everest Memakan Biaya Miliaran Rupiah

Untuk menurunkan dan memindahkan mayat pendaki di Gunung Everest bisa memakan biaya miliaran rupiah.

Liputan6.com, Nepal Penampakan jasad di area Gunung Everest yang lebih tinggi memang menjadi landmark (ciri khas, sesuatu yang paling menonjol) bagi para pendaki. Salah satu cerita yang terkenal berupa penampakan sepatu bot hijau yang berada di dekat puncak.

Sepatu itu merujuk pada seorang pendaki yang meninggal di bawah batu yang menggantung. Sepatu bot hijau miliknya masih berdiri dan menghadap ke rute pendakian.

Beberapa ahli pendakian mengatakan mayat tersebut sudah dipindahkan sementara. Pejabat pariwisata Nepal menambahkan, mereka juga tidak memiliki informasi, apakah mayat masih terlihat atau tidak.

Menurunkan dan memindahkan mayat dari kamp-kamp yang lebih tinggi di Gunung Everest bisa jadi mahal dan sulit. Biaya menurunkan mayat saja $40.000 atau setara Rp572 juta hingga $80.000 atau setara Rp1,1 miliar.

"Salah satu penurunan mayat yang paling sulit adalah dari ketinggian 8.700m, di dekat puncak," kata mantan presiden Asosiasi Pendaki Gunung Nepal, Ang Tshering Sherpa, dikutip dari BBC, Minggu, 24 Maret 2019.

"Jasad itu benar-benar beku dan beratnya 150 kg serta harus dipindahkan dari tempat yang sulit di ketinggian itu."

Setiap keputusan tentang apa yang harus dilakukan terhadap mayat di Gunung Everest termasuk masalah yang sangat pribadi.

"Kebanyakan pendaki yang tewas suka dibiarkan saja di gunung. Jadi, akan dianggap tidak sopan hanya memindahkan mayat, kecuali mereka perlu dipindahkan dari rute pendakian atau keluarga mereka menginginkannya," tutur pendaki gunung terkemuka, Alan Arnette.

 

 

Saksikan video menarik berikut ini:

 

2 dari 2 halaman

Gletser yang kian menipis

Temuan mayat pendaki di Gunung Everest semakin sering terjadi. Jasad-jasad yang dulu hilang dan terkubur kini bermunculan.

Fenomena ini dikarenakan gletser yang kian menipis. Beberapa penelitian menunjukkan, gletser di wilayah Gunung Everest, seperti di sebagian besar Himalaya, mencair dan menipis dengan cepat.

Studi pada tahun 2015 mengungkapkan, telaga di Gletser Khumbu, yang harus diseberangi pendaki makin mencair dan meluas. Tim peneliti lain, termasuk staf Universitas Leeds dan Aberystwyth di Inggris mengebor Gletser Khumbu tahun lalu.

Mereka menemukan, es lebih hangat dari yang diperkirakan. Suhu minimum es di Gunung Everest hanya minus 3,3 derajat Celsius, es paling dingin pun menjadi 2 derajat Celsius lebih hangat daripada suhu udara tahunan rata-rata.

Namun, tidak semua mayat yang muncul dari bawah es karena mencairnya gletser. Adanya pergerakan Gletser Khumbu, kata pendaki gunung juga menjadi salah satu penyebab.

"Karena pergerakan Gletser Khumbu, kami dapat melihat mayat yang terkubur selama bertahun-tahun bermunculan dari waktu ke waktu," kata wakil presiden Asosiasi Pemandu Gunung Nasional Nepal. Tshering Pandey Bhote.

"Tapi kebanyakan pendaki sudah siap secara mental melihat dan menemukan pemandangan seperti itu (mayat bermunculan)."