Liputan6.com, Jakarta Beberapa orang menyukai cabai karena rasa pedasnya sementara sebagian lagi menghindari itu. Namun, sebuah studi terbaru menemukan bahwa senyawa yang menimbulkan sensasi pedas dan panas pada tanaman tersebut mampu memperlambat penyebaran kanker paru.
Proses penyebaran kanker dari intinya disebut metastasis. Kondisi ini dianggap peneliti sebagai penyebab kematian akibat penyakit tersebut.
Baca Juga
Jamie Friedman, kandidat doktor yang melakukan penelitian ini di Marshall University Joan C. Edwards School of Medicine, Amerika Serikat mengatakan, kanker paru ataupun yang lainnya kebanyakan bermetastasis ke lokasi sekunder seperti otak, hati, atau tulang. Hal semacam ini yang membuat penyakit tersebut menjadi sulit diobati.
Advertisement
"Studi kami menunjukkan bahwa senyawa alami capsaicin dalam cabai bisa mewakili terapi baru untuk memerangi metastasis pada pasien kanker paru-paru," kata Friedman dikutip dari EurekAlert pada Senin (8/4/2019).Â
Terinspirasi Makanan di Thailand dan India
Mengutip Newsweek, para peneliti tertarik melakukan studi ini setelah melihat rendahnya insiden kanker paru-paru di beberapa negara seperti Thailand dan India di masa lalu. Diketahui, masyarakat di sana memiliki kebiasaan untuk mengonsumsi makanan tradisional yang pedas.
Friedman beserta rekan-rekannya melakukan percobaan ini pada tikus yang terkena kanker. Mereka melihat bahwa capsaicin menghambat invasi yang merupakan langkah pertama dari proses metastasis.
Terlihat juga bahwa tikus yang menerima capsaicin menunjukkan area sel metastasis kanker yang lebih kecil di paru-paru, dibanding mereka yang tidak menerima terapi tersebut. Eksperimen tambahan juga mengungkapkan bahwa senyawa cabai ini menekan metastasis kanker paru-paru dengan menghambat aktivasi protein Src.
Â
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Advertisement
Penggunaan untuk Pengobatan di Masa Depan
Friedman berharap agar nantinya capsaicin bisa digunakan dalam kombinasi kemoterapi lain untuk mengatasi kanker paru. Dia mengatakan, penggunaannya secara klinis tetap mengandung efek samping yang harus diatasi.
"Meliputi iritasi, gastrointestinal, kram perut, dan sensasi terbakar."
Maka dari itu, para peneliti sedang mencari tahu bagaimana caranya agar capsaicin bisa digunakan sebagai pengobatan tanpa menimbulkan efek samping yang tidak menyenangkan.
Studi ini belum dipublikasikan di jurnal ilmiah. Namun, para peneliti akan mempresentasikannya pada pertemuan tahunan American Society for Investigative Pathology.
Temuan tersebut diapresiasi oleh Martin Ledwick dari badan amal Cancer Research UK. Menurutnya, mencegah invasi dan penyebaran kanker merupakan bidang utama dalam penelitian mengenai penyakit tersebut.
"Studi ini meberikan para ilmuwan lebih lanjut untuk mencoba mengembangkan perawatan baru serta menghentikan penyebaran," kata Ledwick pada Newsweek.
Namun, Ledwick menambahkan bahwa studi tersebut masih berada di tahap laboratorium awal. Sehingga, belum diketahui apakah senyawa ini benar-benar bisa menjadi sebuah pengobatan yang bermanfaat.