Liputan6.com, Jakarta Keluarga merupakan kunci paling dasar untuk mendidik anak tumbuh menjadi sosok yang baik, bukan pelaku bullying atau perisakan. Pemberian terapi perlu dilakukan pada anak pelaku bullying agar ia bisa mengetahui kesalahan serta memperbaikinya.
"Banyak faktor yang membuat seorang anak mampu berpikir dan berperilaku menindas teman-temannya. Mungkin dia hanya ikut-ikutan, takut jadi korban atau karena memang berkembang jadi pribadi yang egois," ujar psikolog dan penulis buku Bully Proof Your Child for Life, Joel Haber.
Baca Juga
Menurut Haber, anak bisa jadi pelaku bullying jika ia terbiasa dengan lingkungan yang eksklusif. Ia sangat pemilih dalam hal pergaulan dan cenderung mencari teman yang setara.
Advertisement
Terkait hal di atas, Haber menyarankan para orangtua agar mendorong anak bergaul dengan siapa pun. Sering-seringlah ajak anak melihat lingkungan lain selain lingkungannya sendiri.
"Anak secara alami memiliki hati yang hangat, terbuka dan penuh rasa penasaran pada siapapun. Jadi ketika ia sangat pemilih dalam pertemanan coba lihat kebiasaan orangtua atau saudara- saudaranya, bisa saja anak meniru," ujar Haber.
Anak Egois, Cenderung Jadi Pelaku Bullying?
Anak yang sangat egois juga sangat mungkin jadi pelaku bullying. Terutama yang seringkali mengamuk jika tak mendapat apa yang diinginkannya.
Ketika mengamuk, ia langsung mendapatkan semuanya. Anak pelaku bully juga cenderung mudah frustrasi jika tak mendapat apa yang diinginkan, kurang memiliki empati dan memiliki riwayat masalah kedisplinan.
" Pola asuh yang baik sangat menentukan perkembangan emosional anak. Mengajarkan anak mengontrol emosi, disiplin, dan punya empati tak bisa dilakukan dalam satu malam. Orangtua berperan sangat penting dalam hal kematangan emosi dan psikologi anak," kata Haber.
"Keluarga adalah dasar agar anak tak jadi pelaku bully," tutupnya.
Penulis: Mutia Nugraheni/ Dream.co.id
Advertisement