Liputan6.com, Jakarta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan, proses hukum terhadap kasus ABZ di Pontianak, Kalimantan Barat harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Mereka menilai perlu adanya perspektif perlindungan hukum anak kepada pelaku, saksi, dan korban yang masih berusia anak-anak.
Baca Juga
Advertisement
"Bagaimana proses hukum ditegakkan dan berjalan sesuai sistem peradilan pidana anak. Yang juga ditekankan terkait upaya pemulihan, medis psikologis, dan trauma healing," papar Komisioner KPAI Bidang Anak Berhadapan dengan Hukum, Putu Elvina saat konferensi pers di Kantor KPAI, ditulis Selasa (16/4/2019).
Putu juga mengatakan, keluarga korban ABZÂ menolak diversi terhadap kasus ini. Diversi adalah proses penyelesaian perkara yang dilakukan di luar jalur peradilan pidana.
"Jika keluarga korban menolak (diversi), itu adalah hak mereka. Tapi proses hukum tetap jalan," lanjut Putu.
Â
Â
Simak video menarik berikut ini:
Trauma healing
Kasus ABZ yang menyedot perhatian publik ini tentunya mengganggu identitas korban dan berdampak pada tumbuh kembangnya. Itu sebabnya, KPAI menilai perlu diberikan rehabilitasi psikis berupa trauma healing bagi ABZ. Namun, keberhasilan trauma healing juga tergantung dari korban itu sendiri.
Yang juga dipikirkan, kata Putu, bagaimana kesiapan korban untuk membangun relasi dirinya dengan sekolah dan komunitas lain. KPAI menyatakan bakal ikut mengawasi rehabilitasi pada ABZ.
Tak cuma pada ABZ, KPAI juga bakal mengawasi rehabilitasi terhadap pelaku yang jadi 'bulan-bulanan' (perundungan) di media sosial. Bagi pelaku, hal ini tentu tidaklah mudah.Â
Advertisement
Hentikan proses penghakiman
Pembelajaran yang bisa ditarik dari kasus ini, kata Putu, adalah penghakiman di media sosial dari warganet ternyata menjadi tamparan luar biasa dibanding kasus itu sendiri. Hal tersebut bisa dijadikan pembelajaran bagi semua. Tak lupa, Putu berpesan agar masyarakat melakukan cek dan konfirmasi terkait informasi yang beredar di media sosial.Â
"Jangan sampai kita mudah untuk melakukan penghakiman disertai alasan-alasan yang tidak jelas," Putu menambahkan.