Liputan6.com, Jakarta Takut tidak bisa balik modal menjadi faktor pemicu stres terbesar yang mengintai para calon legislatif (caleg) di Pemilu 2019. Bahkan, bukan tidak mungkin hal itu mengarah ke gangguan jiwa berat.
Akademisi dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam mengatakan bahwa untuk menjadi caleg di Pemilu 2019 saja, masyarakat melalui proses yang panjang.
Baca Juga
Dia mengungkapkan ada caleg yang harus keluar dari pekerjaannya karena melihat kesempatannya untuk menjadi anggota legislatif besar. Selain itu, beberapa hanya mencoba peruntungan untuk bisa meraih kursi di parlemen.
Advertisement
"Perjalanan panjang sudah dilalui dan penentuan tinggal, besok apakah mereka berhasil atau gagal," tulis Ari dalam sebuah rilis yang diterima oleh Health Liputan6.com pada Kamis (18/4/2019).
Masalah keuangan menjadi yang paling utama dalam kasus ini. Tidak hanya bagi para caleg, namun para politisi, penyandang dana, hingga keluarga menunggu dengan cemas apakah caleg yang diusungnya bisa lolos ke parlemen.
"Dana yang besar dan terus dikeluarkan selama masa kampanye merupakan salah satu faktor stres tersendiri," kata Ari. Apalagi, jika uang yang didapatkan berasal dari pinjaman baik lewat pegadaian, bank, atau rentenir.
Rumah Tangga Juga Bisa Berantakan
Berbagai aset seperti rumah, tanah, atau yang lainnya dalam pinjaman juga terancam tersita jika mereka tidak bisa mengembalikan dana tersebut,
"Kondisi ini jelas berpotensi untuk menimbulkan kekecewan dan stres yang cukup berat, apalagi juga rumah tangga berantakan akibat kondisi ini," kata Ari menambahkan.
Beberapa waktu yang lalu, dilaporkan oleh Patroli Indosiar bahwa seorang caleg ditangkap polisi karena keterlibatannya dalam kasus pencurian dan perampokan nasabah bank. Uang tersebut digunakannya untuk dana kampanye dalam beberapa bulan terakhir.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Advertisement
Nekat Lakukan Aksi Tidak Rasional
Dikutip dari News Liputan6.com, SP dan empat rekannya yang merupakan caleg dapil di luar Pulau Jawa itu sudah beraksi di wilayah Bogor dan sekitarnya.
“Modus operandi pelaku dengan cara memasuki tempat objek vital yaitu bank. Korban mengambil uang dan dibuntuti sampai di tempat sepi. Dari hasil pemeriksaan, oknum ini adalah caleg yang berlaku sebagai ketua aksi perampokan,” ujar Kasat Reskrim Polres Bogor AKP Beny Cahyadi.
Tugas para pelaku bermacam-ada. Ada yang mempersiapkan sandal jepit yang telah dibubuhi paku atau besi gagang payung rusak, ada pula yang berpura-pura mengingatkan korban akan ban yang kempis, hingga eksekutor pencurian ataupun perampokan jika korbannya melawan.
Kejadian semacam ini menunjukkan bahwa untuk kampanye tetap butuh uang yang besar.
"Kita bisa melihat berbagai caleg melakukan berbagai hal dari yang tidak rasional sampai rasional yang bisa diterima akal untuk mendapatkan 1 kursi legislatif baik DPRD kabupaten/kota, DPRD propinsi dan DPR pusat serta Dewan Pimpinan Daerah (DPD)," kata Ari.
Maka dari itu, Ari meminta warga untuk terus belajar dari pengalaman di mana terjadi terjadi peningkatan orang dengan gangguan jiwa akibat Pemilu di 2009 dan 2014.