Sukses

Alasan Masalah Kesehatan Jiwa di Indonesia Kerap Terabaikan

Masalah kesehatan jiwa di Indonesia sering terabaikan. Padahal, ini sama pentingnya dengan kesehatan fisik dan intelektualitas

Liputan6.com, Jakarta Selama ini, masalah kesehatan jiwa dan mental di Indonesia dianggap tidak terlalu penting. Padahal, seharusnya hal ini sama pentingnya dengan kesehatan raga.

"Ini bukan lagi hanya dinomorduakan. Menurut saya ini (kesehatan jiwa) sudah paling belakang," kata psikoterapis Yusa Azis pada Health Liputan6.com.

Yusa mengatakan, orang Indonesia cenderung lebih terfokus kepada hal-hal yang bersifat material. Mulai dari mencukupi kehidupan sehari-hari sampai yang bersifat intelektualitas.

"Akibatnya jiwa menjadi terbelakang," tambah pendiri Sanggar Jiwa Bertumbuh ini saat ditemui usai konferensi pers Happiness Festival 2019 di Sudirman, Jakarta, ditulis Minggu (28/4/2019).

 

2 dari 3 halaman

Tidak Lepas dari Sejarah

Masalah ini tidak lepas dari kurangnya edukasi dan kesadaran akan jiwa di masyarakat Indonesia. Yusa mengatakan, dalam tubuh manusia, ada jiwa, intelektualitas, dan tubuh.

Sejarah bangsa Indonesia yang dijajah oleh bangsa lain dalam waktu yang lama dan hidup dalam kemiskinan, membuat masyarakat dianggap lebih fokus untuk mencari materi.

"Padahal tanpa sadar, jiwa itu sendiri yang menggerakkan kita untuk bisa survive, untuk mencari bahkan menciptakan materi."

 

Saksikan juga video menarik berikut ini:

3 dari 3 halaman

Tertinggal dari Bangsa Lain

Yusa membandingkan ilmu dan kesadaran masyarakat Indonesia akan kesehatan jiwa dengan negara-negara Barat. Di sana, sejak abad 17 telah muncul para pakar psikologi dan kesehatan jiwa. Sebut saja, Sigmund Freud, Carl Jung, dan Abraham Maslow.

"Kita masih keterbelakangan soal kesehatan jiwa. Kita menganggap kalau sudah pintar, dapat gelar, posisi bagus, gaji oke, bisa bisnis, bisa usaha, itu cukup. Kenyataannya tidak," kata Yusa.

Maka dari itu, Indonesia masih butuh lebih banyak sosialisasi dan edukasi soal pentingnya kesehatan jiwa. Apalagi, ketika kita bicara soal spiritualitas.

Yusa mengatakan bahwa spiritualitas tidak bisa hanya dijadikan pelarian. Tidak ada ketenangan yang bisa dicapai dengan mencari solusi di luar diri.

"Solusi dan jawaban kebenaran sebenarnya terletak di dalam jiwa manusia itu sendiri," Yusa mengimbuhkan.