Liputan6.com, Jakarta Saat mengalami hari yang penuh tekanan dan stres, makan menjadi sebuah pelarian. Apalagi, jika yang dikonsumsi adalah makanan manis atau berlemak.
Padahal, sebuah penelitian terbaru menemukan bahwa makan saat stres bisa menyebabkan kenaikan berat badan. Khususnya, jika yang Anda konsumsi adalah makanan dengan kalori tinggi.
Baca Juga
Dilansir dari Live Science pada Kamis (2/5/2019), studi ini dilakukan pada seekor tikus. Para peneliti menemukan bahwa stres kronis menyalakan mekanisme di otak yang membuat objek penelitian makan terus menerus.
Advertisement
Para peneliti menganalisis perilaku dan berat badan hewan-hewan pengerat ini. Kemudian mereka juga memisahkannya dalam beberapa kelompok.
Beberapa tikus ditempatkan dalam kondisi yang nyaman dan tidak membuat stres, sementara mereka yang berada di kelompok lainnya diberikan lingkungan yang tidak enak, serta konsumsi makanan tinggi lemak.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Pengaruh Stres di Otak
Dua minggu kemudian, para peneliti melihat bahwa tikus yang lebih stres mengonsumsi makanan yang tidak sehat dan memperlihatkan perbedaan berat badan. Selain itu, mereka yang stres dan makan makanan berkalori tinggi mengalami kenaikan berat badan dibanding tikus yang tidak stres, tetapi mengonsumsi makanan yang sama.
Analisis melihat lebih dalam ke hipotalamus, area kecil di pusat otak yang ada baik pada manusia dan tikus. Area ini berguna mengendalikan nafsu makan dan rasa lapar. Peneliti juga melihat ke bagian amigdala yang mengendalikan respon emosional.
Saat stres, keduanya menghasilkan molekul yang disebut neuropeptida Y (NPY). Pada hipotalamus, ini merupakan stimulasi makanan.
Ketika para peneliti mematikan produksi molekul tersebut, terlihat bahwa tikus mengalami kenaikan berat badan saat melakukan diet tinggi kalori. Ternyata, NPY juga terkait dengan insulin yang dibutuhkan tubuh untuk mengontrol seberapa banyak makanan pada tikus dan manusia.
Â
Advertisement
Serupa dengan Manusia
Studi ini menemukan bahwa stres kronis membuat kadar insulin meningkat. Namun, pada mereka yang stres dan diet tinggi kalori, kadarnya menjadi 10 kali lebih tinggi.
Tingginya tingkat insulin yang beredar di sekitar amigdala membuat sel-sel otak menjadi tidka peka terhadap hormon. Ini meningkatkan produksi NPY yang membuat seseorang merasa ingin makan, sembari mengurangi kemampuan tubuh untuk membakar energi.
"Situasi ini sangat mungkin sama pada manusia," kata penulis Herbert Herzog, kepala Eating Disorders laboratory di Garvan Institute of Medical Research, Australia. Dia menambahkan, belum diketahui mengapa otak memiliki mekanisme semacam ini.
Temuan ini dipublikasikan di jurnal Cell Metabolism pada 25 April 2019.