Liputan6.com, Jakarta Gas air mata menjadi salah satu cara pihak berwajib untuk memukul mundur para perusuh dalam berbagai demonstrasi yang berujung ricuh. Salah satunya seperti pada 22 Mei kemarin.
Penggunaan gas air mata dalam demonstrasi bukanlah hal yang luar biasa. Di banyak negara, cara tersebut menjadi salah satu strategi efektif para pihak keamanan menghadapi demonstran yang mulai beringas, namun tidak serta merta melukai masyarakat sipil.
Baca Juga
Kecewa Saat Latihan, Amorim Langsung Tandai Pemain Manchester United yang Bakal Ditinggalkannya
6 Potret Core Timnas Indonesia Vs Arab Saudi Ini Kocak, Fans Belum Move On
Link Live Streaming BRI Liga 1 Persebaya Surabaya vs Persija Jakarta, Jumat 22 November 2024 Pukul 15.30 WIB di Indosiar dan Vidio
Namun, apa efek dari gas air mata?
Advertisement
Mengutip Newsweek pada Kamis (23/5/2019), Centers for Disease Control and Prevention mencatat bahwa pengendali kerusuhan seperti gas air mata bisa mengakibatkan berbagai gejala fisik. Seperti memengaruhi mata, hidung, mulut, paru-paru, dan kulit.
Selain itu, seseorang yang terkena gas air mata berpotensi mengalami penglihatan yang kabur, kesulitan menelan, sesak napas, ruam, mual, dan muntah. Bagi mereka yang memiliki asma, bahan kimia semacam ini sangat berbahaya jika terpapar.
Â
Simak juga video menarik berikut ini:
Dampak Serius Gas Air Mata
Kepada National Geographic tahun 2013, profesor anestesiologi dari Duke University, Sven Eric Jordt mengatakan bahwa meski bernama gas air mata, namun itu bukanlah benar-benar gas.
"Mereka adalah padatan atau cairan yang bisa berubah menjadi aerosol. Ada sejumlah bahan kimia yang digunakan dalam apa yang disebut gas air mata," kata Eric Jordt.
Dia menambahkan, bahan kimia ini merupakan gas-gas saraf yang secara khusus mengaktifkan saraf perasa sakit.
Belum ada banyak penelitian terkait efek paparan gas air mata dalam jangka panjang. Meski begitu, beberapa menunjukkan adanya dampak serius dari kimia tersebut.
Â
Advertisement
Efek Jangka Panjang pada Tubuh
Studi di Turki menemukan bahwa orang-orang yang sering terkena gas air mata memiliki risiko lebih besar terkena bronkitis kronis. Sementara, penelitian epidemiologis oleh Angkatan Darat Amerika Serikat menemukan adanya risiko terkena penyakit pernapasan akut pada populasi yang lebih muda dan lebih sering terpapar gas air mata.
"Selain efek yang diketahui menyebabkan luka dan sakit, gas air mata juga bisa menyebabkan luka bakar kimia, reaksi alergi, cedera kornea, dan gangguan pernapasan," tulis pakar medis Rohini J. Haar seperti dikutip dalam tulisannya di Physicians for Human Rights.
Haar menambahkan, kematian bisa terjadi ketika gas air mata digunakan di ruang tertutup atau pada orang-orang yang rentan. Mereka yang memiliki masalah kulit, mata, atau pencernaan juga bisa mengalami gejala yang semakin parah. Apalagi, jika tabung gasnya diarahkan langsung ke kerumuman atau pada seseorang.
"Gejala terkadang bisa bertahan lama untuk jangka waktu yang lama dan pada orang-orang tertentu, bisa cacat secara permanen," tulis Haar.