Liputan6.com, Jakarta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memasukkan kecanduan gim sebagai salah satu penyakit kesehatan mental.
Hal ini mereka masukkan dalam International Classification of Diseases (ICD) revisi terbaru atau ICD-11. Mengutip Kotaku pada Senin (27/5/2019), versi baru ICD ini mencakup gangguan akibat kecanduan gim sebagai salah satu penyakit.
Baca Juga
Mengutip laman icd.who.int, WHO menyatakan bahwa gangguan tersebut ditandai oleh perilaku bermain gim secara terus menerus atau berulang. Entah itu gim secara daring (online) atau luring (offline). Tiga gejala yang terlihat sebagai kecanduan gim adalah;
Advertisement
1. Gangguan kontrol atas gim. Misalnya frekuensi, intensitas, durasi, pemutusan, dan konteks,
2. Peningkatan prioritas yang diberikan pada gim sehingga gim didahulukan daripada minat hidup dan aktivitas sehari-hari lainnya,
3. Kelanjutan atau peningkatan permainan meskipun terjadi konsekuensi negatif. Pola perilaku tersebut memiliki tingkat keparahan yang cukup untuk menghasilkan penurunan signifikan dalam bidang fungsi pribadi, keluarga, sosial, pendidikan, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Perilaku Permainan Terus Berulang
Namun, bukan berarti ketika seseorang memperlihatkan tiga gejala tersebut, dia bisa langsung dikategorikan sebagai kecanduan gim. WHO juga memberikan catatan.
"Pola perilaku permainan mungkin terus menerus atau episodik dan berulang. Perilaku permainan dan fitur lainnya biasanya bisa dilihat selama setidaknya 12 bulan agar diagnosis bisa ditetapkan," tulis pernyataan WHO.
Meskipun begitu, mereka juga menyatakan bahwa durasi tersebut bisa dipersingkat apabila semua persyaratan diagnostik terpenuhi dan pasien memperlihatkan gejala yang parah.
WHO mengumumkan bahwa ICD-11 akan mulai berlaku pada 1 Januari 2022.
Advertisement
Kritik dari Industri Gim
Keputusan WHO tersebut mendapatkan kritik, khususnya dari beberapa asosiasi industri video gim di dunia seperti ESA (Amerika Serikat), ESA Canada (Kanada), IGEA (Australia dan Selandia Baru), ISFE (Eropa), K Games (Korea Selatan), dan UKIE (Inggris).
Mengutip Gamespot, mereka menyatakan bahwa keputusan tersebut tanpa didasarkan konsensus komunitas akademik.
"Konsekuensi dari tindakan hari ini bisa jauh, tidak diinginkan, dan merugikan mereka yang membutuhkan bantuan sesungguhnya," tulis mereka dalam sebuah pernyataan.
"Kami mendorong dan mendukung permainan yang sehat dengan memberikan informasi dan alat seperti kontrol orangtua yang memberdayakan miliaran orang di seluruh dunia untuk tetap mengelola permainan mereka, memastikan itu tetap menyenangkan dan memperkaya," tambah kelompok asosiasi tersebut.
Mereka juga menyatakan bahwa yang terpenting adalah moderasi dan keseimbangan untuk menciptakan permainan yang aman.