Liputan6.com, Jakarta Penggunaan ganja sebagai obat memang masih kontroversial. Meski begitu, sebuah studi terbaru menemukan bahwa senyawa cannabidiol (CBD) yang terkandung dalam tanaman tersebut bisa membantu mengurangi kecanduan heroin.
Melansir Live Science pada Senin (27/5/2019), penelitian tersebut melibatkan 42 orang yang memiliki masalah penggunaan heroin dan berusaha untuk menguranginya.
Baca Juga
VIDEO: Warga Australia yang Dipenjara di Indonesia Selama Hampir 20 Tahun karena Perdagangan Heroin Tiba di Melbourne
5 Cara Mengonsumsi Alpukat untuk Menurunkan Kolesterol dan Mendapatkan 3 Manfaat untuk Jantung Anda
6 Khasiat Daun Jambu Biji, Solusi Alami untuk Menurunkan Kolesterol dan Gula Darah
Para peserta ini diperlihatkan berbagai hal yang bisa membangkitkan keinginan mereka dalam menggunakan jenis narkoba tersebut. Beberapa cara itu seperti video atau benda-benda seperti jarum suntik. Namun, sebelumnya mereka sudah menerima CBD yang biasanya terdapat di ganja dengan dosis tertentu dan plasebo.
Advertisement
Peserta yang menerima CBD rupanya mengalami keinginan yang lebih rendah ketika merespons berbagai hal pemicu tadi. Selain itu, mereka juga mengalami kecemasan yang lebih rendah.
Simak juga video menarik berikut ini:
Harapan untuk Pengobatan Masa Depan
Ilmuwan juga menemukan bahwa efek CBD bertahan cukup lama. Setidaknya, para peserta tidak mengalami kecanduan hingga seminggu setelah mendapatkan CBD.
"CBD menjanjikan secara signifikan untuk merawat individu dengan gangguan penggunaan heroin," kata penulis utama studi, Yasmin Hurd dari Addiction Institute di Icahn School of Medicine Mount Sinai, New York, Amerika Serikat.
Meskipun cukup menjanjikan, para peneliti tidak melihat lebih jauh apakah CBD benar-benar bisa mencegah kekambuhan obat di luar laboratorium. Sehingga butuh penelitian lebih lanjut untuk mengetahui manfaatnya lebih jauh.
Selama beberapa tahun terakhir, ilmuwan memang telah menyoroti manfaat CBD untuk pengobatan tanpa harus merasakan sensasi yang sama seperti ketika orang mengisap ganja. Namun, hingga saat ini, Food and Drug Administration hanya menyetujui penggunaan obat tersebut dalam resep untuk mengobati jenis epilepsi kanak-kanak yang langka.
Advertisement
Butuh Penelitian Lebih Lanjut
Hurd mengatakan bahwa pengobatan CBD secara mandiri untuk gangguan opioid belum disarankan mengingat banyak senyawa tersebut yang tidak diresepkan dengan teratur.
"Banyak CBD yang tersedia untuk umum, memiliki informasi yang tidak akurat tentang apa yang ada dalam wadahnya, bahkan mungkin terkontaminasi dengan racun," kata Hurd.
Penelitian yang lebih besar dirasa dibutuhkan untuk mengetahui hasilnya dalam kelompok yang lebih besar. Harshal Kirane dari Addiction Services di Northwell Health's Staten Island University Hospital mengatakan bahwa meski mengurangi kecanduan di laboratorium, belum tentu itu bisa mengurangi keinginan di luar laboratorium.
"Ini menimbulkan beberapa kekhawatiran mengenai aplikasi CBD sesungguhnya di dunia nyata untuk pasien," kata Kirane.
Namun, studi yang dipublikasikan di American Journal of Psychiatry pada 21 Mei 2019 ini dianggap menjadi langkah yang menggembirakan. Kirane mengataakan ini adalah upaya yang baik dalam mengevaluasi ilmiah dari efek CBD.