Liputan6.com, Jakarta Pauline Cafferkey, seorang perawat penyintas ebola asal Skotlandia melahirkan anak kembar. Keduanya lahir dengan selamat di Glasgow pada Selasa pekan lalu.
Pauline didiagnosis terkena ebola pada 2014. Dia mendapatkan penyakit itu ketika mendapatkan tugas pelayanan di Sierra Leone bresama badan amal Save the Children.
Baca Juga
"Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua staf di NHS (National Health Service) yang luar biasa, yang telah membantu saya sejak jatuh sakit pada 2014 hingga melahirkan bayi minggu ini," kata Pauline seperti dikutip dari CNN pada Senin (17/6/2019).
Advertisement
"Ini menunjukkan bahwa ada kehidupan setelah ebola dan masa depan bagi mereka yang mengalami penyakit ini," tambahnya.
Saksikan juga Video Menarik Berikut Ini
Dirawat di Ruang Isolasi
Wanita 43 tahun itu menghabiskan beberapa minggu di ruang isolasi rumah sakit Royal Free London pada 2014 lalu. Dia bahkan tidak tahu dirinya mengalami ebola hingga tiba di Inggris.
Pauline dilaporkan sempat memburuk selama perawatan. Meskipun begitu, kondisinya membaik dan diizinkan pulang beberapa minggu kemudian.
Pauline bukan satu-satunya penyintas ebola yang bisa menjadi orangtua. Will Pooley, mantan penderita penyakit tersebut juga berhasil menjadi seorang ayah pada beberapa waktu yang lalu.
Advertisement
Bayi dari Penyintas Ebola Kedua dan Ketiga
Mengutip Daily Record, perawat 33 tahun itu juga terpapar penyakit selama epidemi di Sierra Leone pada 2014. Pria Inggris itu juga dirawat di rumah sakit yang sama dengan Cafferkey.
Bahkan, Will juga berperan dalam kesembuhan sesama rekan perawatnya itu. Dia sempat mendonorkan plasma darahnya demi Cafferkey yang saat itu terdiagnosis ebola untuk kedua kalinya.
"Ini adalah berita bagus bagi Pauline, tetapi ini bukan yang pertama. Mereka adalah bayi pasca ebola yang kedua dan ketiga," kata ibu Will Pooley, Jackie yang juga menyambut gembira kelahiran dua bayi tersebut.
"Will punya Liam kecil 10 bulan yang lalu, jadi dia bisa memahami banyak hal," tambahnya.
Ebola masih menjadi wabah di beberapa negara. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) menyatakan bahwa sekitar 11 ribu orang meninggal karena penyakit tersebut.
Wabah terbaru ditemukan di Republik Demokratik Kongo. Penyakit tersebut bahkan sudah melintasi perbatasan dengan tiga kasus baru ditemukan Rabu di Uganda.
WHO menyatakan bahwa vaksin terbaru dan perawatan telah disosialisasikan untuk mencegah penyebaran penyakitnya.