Liputan6.com, Bandung Penyakit vitiligo merupakan salah satu penyakit kulit tertua di muka bumi selain lepra. Penyakit ini diprediksi sudah ada ribuan tahun sebelum Masehi.
"Bukti paling tua mengenai vitiligo pada papirus di Mesir, diperkirakan berasal dari 1500 tahun sebelum Masehi," kata Kepala Divisi Dermatologi Anak Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung Jawa Barat Reiva Farah Dwiyana.
Baca Juga
Di dalam papirus tersebut disebutkan adanya patchy skin disease, yang diinterpretasikan sebagai vitiligo. "Meski sebagian hali menganggapnya sebagai lepra," lanjutnya. Â
Advertisement
Penyakit ini disebabkan karena kelainan pigmentasi kulit yaitu hilangnya sel penghasil pigmen (melanosit). Kondisi ini menyebabkan tidak terbentuknya zat warna (pigmen) sehingga kulit pasien akan tampak putih seperti kapur atau susu yang disebut dengan depigmentasi.
Pengobatan vitiligo saat ini sudah memasuki tahap yang menggembirakan yaitu dengan dimulainya uji klinis obat agen biologik yang diharapkan dapat mengatasi kebuntuan terapi vitiligo. Namun, lanjut Reiva, dibutuhkan waktu bertahun-tahun penelitian hingga dapat diterapkan pada manusia.
"Saat ini pengobatan vitiligo yang cukup efektif ialah dengan obat yang dioles, fototerapi serta obat yang diminum sebagai tambahan. Semuanya memberikan hasil yang bervariasi pada tiap-tiap individu, tetapi hingga saat ini pengobatannya belum ada yang sangat memuaskan karena kompleksnya patogenesis penyakit ini," kata Reiva di RSHS Bandung, ditulis Kamis (27 Juni 2019).
Â
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Vitiligo Bisa Serang Semua Usia
Vitiligo dapat menyerang siapa saja, baik wanita maupun pria dengan status sosial apa pun. Diprediksi di dunia ini ada satu persen penduduk dunia yang terkena vitiligo.Â
Bila menilik data RSHS Bandung, kunjungan pasien vitiligo usia anak mencapai 100 orang dan dewasa 300 orang per tahun. Dengan semakin banyak pasien vitiligo datang ke rumah sakit diharapkan tenaga medis, pasien, dan keluarga bakal makin memahami penyakit ini.
Di 2019 pula, untuk pertama kalinya Indonesia memeringati Hari Vitiligo Sedunia yang dipusatkan di RSHS Bandung pada 25 Juni 2019.Â
Reiva berharap dengan adanya peringatan ini membuat pasien, keluarga, dokter, paramedis semakin kompak dalam menghadapi vitiligo.
"Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran aktif dalam melakukan penelitian, pengobatan, dan pengabdian kepada masyarakat terkait vitiligo. Topik terakhir yang diteliti saat ini ialah peranan vitamin D dalam pengobatan vitiligo," ujar Reiva.
Oleh karena itu, pembentukan perkumpulan pasien-keluarga vitiligo sangat berperan dalam kemajuan penelitian penyakit ini. Diharapkan dengan adanya perkumpulan itu dapat memberikan kemajuan bagi pengobatan vitiligo.
Bertepatan juga dengan Hari Vitiligo Sedunia, dibentuklah perkumpulan 'Viti HOPE' yang merupakan singakatan dari Vitiligo: Happy-Optimist-Pray-Empathy. Nama itu diambil karena pasien vitiligo harus tetap bahagia dan optimis dengan keadaannya, seraya tetap berdoa dan berempati dengan sesama pasien vitiligo.Â
"Selain itu, dengan adanya perkumpulan ini, para pasien dan keluarganya dapat saling berbagi, menguatkan, dan memberikan rasa aman dan nyaman, bahwa pasien vitiligo tidak sendiri, mereka tidak dikucilkan atau dianggap aneh, sehingga dapat hidup lebih bahagia, optimis dan meningkatkan kualitas hidupnya," terang Reiva
Â
Â
Advertisement