Sukses

HEADLINE : Pro-Kontra Larangan Iklan Rokok di Internet, Bagaimana Aturannya?

Satu bulan lalu beredar surat larangan iklan rokok di internet dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah surat dari Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tiba-tiba beredar. Dalam surat bertanggal 10 Juni 2019 itu, Menkes Nila meminta pemblokiran iklan rokok di media internet.

Sekretaris Jenderal Kemenkes Oscar Primadi mengonfirmasi kebenaran surat tersebut.

"Saya perlu cek suratnya, tapi sepertinya betul," kata Oscar seperti dikutip dari Antara pada Jumat, 28 Juni 2019. Dia menambahkan bahwa surat itu sesungguhnya bersifat internal karena antar dua kementerian.

Dalam surat tersebut, Nila meminta Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Republik Indonesia, Rudiantara, untuk melalukan pemblokiran terhadap iklan rokok di media internet.

Menkes Nila juga mengutip Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 13. Isinya adalah:

"Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif termasuk konsumsi tembakau diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan."

Menkes juga mengutip hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 yang menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi perokok anak dan remaja umur 10-18 tahun, dari 7,2 persen di 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018.

"Hal ini terjadi antara lain karena tingginya paparan iklan rokok di berbagai media termasuk media teknologi informasi. Sebanyak tiga dari empat remaja mengetahui iklan rokok di media online / daring (Stikom LSPR, 2018)," tulis Menkes.

"Iklan rokok banyak ditemui oleh remaja pada platform media sosial seperti Youtube, berbagai website, Instagram, serta game online," tulisnya lagi.

 

2 dari 7 halaman

Kominfo Segera Lakukan Take Down Iklan Rokok

Permintaan itu segera ditanggapi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemkominfo). Rudiantara segera meminta Ditjen Aplikasi Informatika untuk melakukan crawling atau pengaisan terhadap konten iklan rokok di internet.

"Tim AIS Kemkominfo langsung melakukan crawling dan ditemukenali sejumlah 114 kanal, baik Facebook, Instagram, dan YouTube, yang jelas melanggar UU 36 Nomor 2009 tentang Kesehatan Pasal 46, ayat (3) butir c tentang 'promosi rokok yang memperagakan wujud rokok,'" ujar Plt Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu dalam keterangan rilis yang diterima Health Liputan6.com pada Kamis (13/6/2019).

Tim AIS Kemkominfo juga sudah melakukan proses take down atas akun atau konten pada sejumlah platform media sosial. Tindak lanjut lain berupa rencana rapat koordinasi dengan Menkes Nila.

"Menkominfo Rudiantara juga sudah menelpon Menkes sebagai regulator kesehatan untuk menggelar rapat koordinasi teknis secepatnya. Membahas kemungkinan pelanggaran atas pasal-pasal lainnya.

Weni Muniarti, Kepala Seksi Kesehatan Usia Sekolah dan Remaja Direktorat Kesehatan Keluarga Kemenkes mengatakan, isu rokok memang termasuk dalam isu prioritas untuk remaja.

"Itu salah satu fokus bagi upaya kesehatan remaja dan ada amanatnya di rencana aksi nasional yang dikeluarkan oleh Kemenko PMK (Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan)," kata Weni ditemui beberapa waktu lalu.

"Jadi pada dasarnya entah itu pemblokiran di internet dan segala sesuatu yang menurunkan konsumsi rokok pada remaja, itu salah satu strategi yang masuk dalam rencana aksi nasional," Weni menambahkan.

3 dari 7 halaman

Larangan Iklan Rokok Dapat Dukungan dari Organisasi Kedokteran

Keputusan ini mendapatkan dukungan dari beberapa pihak. Khususnya dari organisasi kedokteran yang selama ini dikenal tidak setuju dengan konsumsi rokok.

"Harus. Harus diblokir iklan rokok, memang tidak boleh. Tidak boleh sama sekali," kata Aman B. Pulungan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia saat ditemui Health Liputan6.com di kantor IDAI, Jakarta, belum lama ini.

Agus Dwi Susanto, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengatakan bahwa iklan rokok memiliki dampak yang besar, khususnya pada perokok pemula.

"Hal ini bisa dilihat dari data prevalensi perokok remaja yang meningkat," kata Agus ketika dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon.

Bahkan idealnya, pelarangan iklan rokok harusnya diterapkan di semua media. Termasuk ketika industri menjadi sponsor dalam sebuah acara tertentu.

"Cara tersebut tentu tidak bisa dikerjakan secara langsung, tetapi itu sangat efektif (mengurangi perokok pemula) kalau bisa dilakukan," Agus menambahkan.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga menyatakan dukungannya karena merasa keberadaan iklan rokok di internet sangatlah mengkhawatirkan.

"Karena bisa dibuka oleh siapapun dan kapanpun, tanpa kontrol dan batas waktu. termasuk dibuka oleh anak anak dan remaja. saat ini lebih dari 142 juta pengguna internet di Indonesia, termasuk di antaranya anak anak," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, dalam keterangan resminya

4 dari 7 halaman

Dianggap Rugikan Industri Rokok dan Periklanan

Di sisi lain, penolakan pemblokiran muncul dari beberapa pihak antara lain Asosiasi Petani Tembakau Indonesia, Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), Komunitas Kretek, Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), dan Liga Tembakau dan Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI).

Mereka menilai bahwa hal tersebut tidak hanya merugikan industri rokok, tetapi juga bisnis periklanan.

Ketua Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Muhammad Nur Azami mengatakan, pihaknya bersama sejumlah pemangku kepentingan meminta peninjauan ulang Surat Edaran nomor TM.04.01/Menkes/314/2019 tentang pemblokiran iklan rokok di internet.

Selain itu, Azami juga meminta Kemkominfo untuk melibatkan seluruh stakeholders pertembakauan dalam melakukan pengawasan iklan rokok di internet.

“Kami mempertanyakan kepada Kominfo landasan hukum pemblokiran iklan rokok di internet. Karena regulasi yang ada terkait iklan rokok tidak ada satupun yang mengamanatkan pemerintah untuk memblokir iklan rokok,” ujar dia di Jakarta, Jumat (28/6/2019).

Baca juga : Larangan Iklan Rokok di Internet Rugikan Bisnis Periklanan

Azami menambahkan, mereka meminta agar Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan untuk berperan aktif dalam melindungi kepentingan Industri Hasil Tembakau (IHT) nasional.

 

5 dari 7 halaman

Beda Pendapat Kementerian Perindustrian

Yang menarik, pendapat kontra diungkapkan oleh sesama kementerian yaitu Kemenperin. Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim menyatakan, selama ini para pelaku usaha sudah mengikuti segala peraturan yang berkaitan dengan promosi produk.

"Kami tidak setuju dengan permintaan Kementerian Kesehatan yang memblokir iklan rokok di internet. Yang penting iklan tersebut telah memenuhi ketentuan peraturan perundangan dengan tidak menayangkan gambar, bentuk rokok dan bungkusnya," ujar dia di Jakarta, pada Rabu 19 Juni 2019.

Senior Manager Corporate Communication PT Djarum, Budi Darmawan menyampaikan, pihaknya sudah menerapkan iklan rokok sesuai aturan yang ditetapkan, yaitu tidak menampilkan gambar atau wujud rokok baik rokok dan kemasannya.

"Yang diblokir (Kemkominfo) itu sepertinya iklan rokok yang menampilkan batang rokok, ada wujud rokoknya. Kalau promosi rokok kami tidak menampilkan wujud rokoknya. Kami menerapkan (iklan rokok) yang sudah sesuai ketentuan peraturan," ujar Budi saat dihubungi Health Liputan6.com pada Jumat, 14 Juni 2019.

Hal itu bisa dilihat dari produknya yang tidak menampilkan wujud rokok. Baik di media televisi maupun internet.

"Selama ini, iklan rokok kami menonjolkan branding produk," tegasnya.

6 dari 7 halaman

Aturan Iklan Rokok yang Mesti Ditaati

Ketentuan iklan rokok di media termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 pasal 26 ayat 1 dan 27. Pada pasal 30 tertera aturan pelengkap iklan rokok di internet.

Pasal 26 (1)

Pemerintah melakukan pengendalian iklan rokok tembakau. (2) Pengendalian Iklan Produk Tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada media cetak, media penyiaran, media teknologi informasi, dan/atau media luar ruang.

Pasal 27

Pengendalian Iklan Produk Tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, antara lain dilakukan sebagai berikut:

a. mencantumkan peringatan kesehatan dalam bentuk gambar dan tulisan sebesar paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari total durasi iklan dan/atau 15% (lima belas persen) dari total luas iklan;

b. mencantumkan penandaan/tulisan “18+” dalam Iklan Produk Tembakau;

c. tidak memperagakan, menggunakan, dan/atau menampilkan wujud atau bentuk Rokok atau sebutan lain yang dapat diasosiasikan dengan merek Produk Tembakau;

d. tidak mencantumkan nama produk yang bersangkutan adalah Rokok;

e. tidak menggambarkan atau menyarankan bahwa merokok memberikan manfaat bagi kesehatan;

f. tidak menggunakan kata atau kalimat yang menyesatkan;

g. tidak merangsang atau menyarankan orang untuk merokok;

h. tidak menampilkan anak, remaja, dan/atau wanita hamil dalam bentuk gambar dan/atau tulisan;

i. tidak ditujukan terhadap anak, remaja, dan/atau wanita hamil;

j. tidak menggunakan tokoh kartun sebagai model iklan; dank. tidak bertentangan dengan norma yang berlaku.

Pasal 30

Selain pengendalian iklan produk tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, iklan di media teknologi informasi harus memenuhi ketentuan situs merek dagang Produk Tembakau yang menerapkan verifikasi umur untuk membatasi akses hanya kepada orang berusia 18 (delapan belas) tahun ke atas.

Aturan pengendalian rokok juga tertuang pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 40 Tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengendalian Dampak Konsumsi Rokok bagi Kesehatan.

Dalam peraturan tersebut tertera target capaian soal pengendalian rokok.

Target 2015 -2019 :

Dilaksanakannya berbagai kebijakan publik dan produk perundang-undangan disertai penerapan sanksi hukum untuk:

a. Penurunan prevalensi perokok sebesar 1 persen per tahun.

b. Penurunan perokok pemula sebesar 1 persen per tahun.

Target 2020 – 2024 :

Keberlanjutan kebijakan untuk mencapai:

a. Penurunan prevalensi perokok 10 persen pada tahun 2024 dibanding prevalensi perokok pada tahun 2013.

b. Perubahan norma sosial terhadap kebiasaan merokok

c. Penurunan prevalensi mortalitas 10 persen empat penyakit tidak menular terbesar (penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, diabetes, dan penyakit paru obstruksi kronik) 

Pengendalian rokok, seperti kemasan rokok, kawasan tanpa rokok, dan iklan pun perlu ada kebijakan atau peraturan. Aturan tersebut juga sudah tercantum pada Bab IV Assessment Sektor Kesehatan Dalam Pengendalian Dampak Konsumsi.

7 dari 7 halaman

Aturan Khusus Iklan Rokok

Meskipun sudah tertera aturan pengendalian rokok Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 pasal 26 ayat 1 dan 27 serta Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 40 Tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengendalian Dampak Konsumsi Rokok bagi Kesehatan, perlu ada aturan khusus iklan rokok.

Komisioner KPAI Bidang Kesehatan dan NAPZA, Sitti Hikmawatty, menjelaskan, harus ada alasan yang jelas, dasar-dasar hukum, dan pasal-pasal apa saja yang mendasari kuat bahwa iklan rokok di internet harus diblokir.

"Pandangan kami soal permintaan Kementerian Kesehatan kepada Kemkominfo untuk memblokir iklan rokok di internet itu masih perlu didukung adanya peraturan khusus atau peraturan Menkes. Karena memblokir ini tidak semudah membalikkan tangan, harus ada aturan yang lengkap dan jelas," ujar Sitti.

Sitti menambahkan, jika pemerintah ingin konsisten melakukan pemblokiran iklan rokok di internet, maka perlu juga merinci jenis iklan rokok seperti apa yang akan diblokir. Selain itu, kategori jenis iklan rokok apa yang diblokir juga perlu diketahui.

"Jenis iklan rokok yang akan diblokir seperti apa. Jenis iklan itu kan banyak, apakah iklan yang terselubung, semacam pop-up atau iklan yang terang-terangan (terpapar di situs tertentu)," kata dia menambahkan.

Bukan hanya aturan khusus pemblokiran iklan rokok di internet, sanksi tegas juga perlu dibuat bagi siapa saja yang menayangkan iklan rokok.

Video Terkini