Sukses

Belajar dari Wafatnya Sutopo, Indonesia Butuh Peta Kanker Seperti yang Dimiliki Tiongkok

Agar penyakit kanker tidak kian meluas, peta kanker seperti yang dimiliki Tiongkok sangat penting.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi meminta pemerintah agar segera membuat "peta kanker" seperti yang dilakukan oleh pemerintah Tiongkok pada 1960-an.

"Peta kanker tersebut sangat penting. Ini sebagai basis (dasar) pembuatan peta jalan penanggulanan kanker di Indonesia. Sehingga penyakit kanker tidak kian mewabah," kata Tulus sebagaimana keterangan rilis yang diterima Health Liputan6.com ditulis Selasa (9/7/2019).

Pemerintah Tiongkok membuat peta kanker sebagai upaya penanganan kanker yang kian menyebar. Dan kejadian kanker di negara tirai bambu tersebut telah meningkat selama beberapa dekade.

Dalam jurnal berjudul Cancer Prevention Research in China yang dipublikasikan di American Association for Cancer Research (AACR) menyebut, kanker adalah penyebab utama kematian di Tiongkok. Bahkan pada 2012, insiden kanker mencapai 174,0 per 100.000, dan kematian akibat kanker adalah 122,2 per 100.000 penduduk di Tiongkok.

"Di masa lalu, pemerintah Tiongkok melakukan beberapa langkah pencegahan kanker berbasis masyarakat. Misalnya, pada tahun 1970-an, ada tindakan untuk mencegah dan pengendalian kanker kerongkongan di Linxian (sekarang bernama Kota Linzhou) di Provinsi Henan," tulis peneliti Siang Yu dalam jurnal yang terbit pada Agustus 2015.

Simak Video Menarik Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Belajar dari Sutopo BNPB

Inisiatif YLKI meminta pembuatan peta kanker di Indonesia yakni belajar dari kematian Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho.

Sutopo yang meninggal di Guangzhou, Tiongkok karena terjerat kanker paru stadium 4B. Ia tidak merokok dan hdup sehat. Sutopo pernah mengaku bahwa dirinya hidup dalam lingkungan kerja yang penuh asap rokok, yang mungkin menjadi salah satu penyebab dirinya kena kanker paru.

Tulus menegaskan kembali hasil survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, jumlah perokok pasif mencapai lebih dari 90 juta orang. Dan tragisnya, 12 juta lebih dari perokok pasif adalah anak usia 0-4 tahun (balita).

"Mereka umumnya terpapar asap rokok di tempat kerja. Bahkan di dalam rumahnya sendiri. Dengan demikian betapa dominannya orang Indonesia yang berstatus sebagai perokok pasif. Dan faktor risiko perokok pasif terkena kanker paru adalah empat kali lipat, sedangkan perokok aktif adalah 13, 6 kali lipat," tegasnya.

Peta kanker pun bisa menjadi solusi menanggulangi kanker di Indonesia.