Sukses

Trauma di Masa Kecil Timbulkan Kehidupan Seks yang Buruk Saat Dewasa

Trauma tersebut bukan hanya soal pelecehan seksual saja, namun berbagai perilaku lain juga bisa membuat kehidupan seks di masa dewasa terganggu

Liputan6.com, Jakarta - Tidak hanya berpengaruh pada kondisi mental seseorang, trauma di masa kecil juga bisa berdampak buruk pada kehidupan seks di masa dewasa.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Journal of Sex & Marital Therapy melakukan survei pada 410 orang yang sedang melakukan terapi. Para peneliti mencari tahu tentang kehidupan seksnya dan masa kanak-kanak para peserta, termasuk soal tekanan psikologis dan anggapan mereka tentang diri sendiri.

Melansir Health pada Rabu (17/7/2019), para peneliti menemukan bahwa mereka yang menunjukkan trauma di masa kecil cenderung kurang puas dengan kehidupan seksnya di masa dewasa, ketimbang yang tidak pernah mengalaminya.

Di sini, trauma bukan hanya terbatas pada pelecehan seksual. Berbagai perilaku yang diterima seperti pengabaian orangtua, terpapar perilaku agresif, hingga perundungan dari teman, juga bisa mempengaruhi seks di usia dewasa.

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

2 dari 3 halaman

Timbulnya Perasaan Cemas

Para peneliti menemukan bahwa tekanan psikologis yang diakibatkan trauma, seringkali menimbulkan perasaan cemas atau khawatir. Hal ini berpengaruh pada kehidupan seks yang tidak memuaskan.

"Tekanan psikologis seperti depresi, kecemasan, lekas marah, gangguan kognitif, bisa mendorong penggunaan strategi menghindar untuk melarikan diri dari penderitaan atau keadaan psikologis yang tidak menyenangkan," kata para peneliti.

"Pada gilirannya, ini dapat mengurangi perhatian dan kesadaran tentang apa yang terjadi pada saat ini," tulis mereka.

 

3 dari 3 halaman

Respon di Masa Kanak-kanak

Hal ini bisa membuat para penyintas trauma kurang bisa menerima rangsangan seksual dan membuat hidupnya merasa kosong, tidak menyenangkan, negatif, tidak memuaskan, atau tidak berharga.

Holly Richmond, terapis seks di New York City, Amerika Serikat mengatakan bahwa hal ini kemungkinan juga terpengaruh alam bawah sadar penyintas yang berada dalam mode diam.

"Respon paling umum untuk anak-anak adalah diam di tempat," kata Richmond. Kondisi ini secara tidak sadar menetap di pikiran hingga dewasa, bahkan ketika seseorang sedang mengalami sesuatu yang positif seperti seks.

"Anda tidak pernah tahu apa yang menjadi pemicunya," kata Richmond.