Sukses

Daftar Tanaman yang Berpotensi Jadi Obat Antikanker

Tanaman yang berpotensi dikembangkan sebagai obat antikanker hasil temuan riset Balitbbangkes 2018.

Liputan6.com, Jakarta Analisis lanjut hasil Riset Tumbuhan Obat dan Jamu (Ristoja) Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan pada tahun 2018 menemukan, beberapa tanaman yang berpotensi dikembangkan sebagai obat antikanker. Penemuan ini dilakukan melalui skrining in-vitro terhadap tanaman obat maupun formula jamu yang dimanfaatkan untuk tumor dan antikanker.

Kepala Balai Besar Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu, Akhmad Saikhu menyebutkan, tanaman obat tersebut.

"Ada beberapa tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat antikanker, antara lain Mikania micrantha Kunth, Leucas lavandulifolia Sm., Callicarpa longifolia Lam., Calophyllum inophyllum L., Tetracera scandens (L.) Merr., dan akar batu/aikabasa (Cucurbitaceae)," papar Saikhu, sebagaimana dikutip dari laman Sehat Negeriku Kementerian Kesehatan, Jumat (16/8/2019).

Temuan beberapa tanaman di atas diperoleh dari hasil pengujian tanaman terhadap beberapa sel kanker, seperti sel kanker payudara, sel kanker kolon, dan sel kanker serviks.

Simak Video Menarik Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Serangkaian Uji Klinis

Jamu atau obat tradisional kerap dimanfaatkan masyarakat berdasarkan konsep kepercayaan secara turun temurun yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Sayangnya, penggunaan secara empiris tersebut belum bisa digunakan sebagai acuan dalam pemanfaatan tumbuhan obat atau jamu secara luas di masyarakat.

Oleh karena itu, Badan Litbangkes melalui program Saintifikasi Jamu melakukan pembuktian secara ilmiah khasiat berbagai tanaman obat ini. Serangkaian uji klinis dilakukan untuk memeroleh bukti bahwa tanaman obat tertentu dapat mengobati kanker.

"Tumbuhan obat dan jamu untuk dapat digunakan kepada pasien dalam upaya kuratif butuh rangkaian penelitian. Penilaian standarisasi tanaman untuk menjadi bahan baku yang bermutu dan aman, dilanjutkan dengan uji pra-klinik pada hewan coba. Kemudian uji klinik pada manusia melalui fase 1 sampai dengan fase 4," Saikhu menjelaskan.