Liputan6.com, Jakarta - Melewati masa remaja, “terjebak” di antara masa anak-anak dan dewasa, bisa tak mudah. Ada tekanan untuk bisa menyesuaikan diri secara sosial, berprestasi secara akademik, dan bertindak secara bertanggung jawab.
Masa remaja juga merupakan masa identitas seksual dan hubungan, serta kebutuhan akan kebebasan yang sering kali berkonflik dengan aturan dan ekspektasi yang diatur orang-orang di sekitarnya.
Baca Juga
Usia muda dengan masalah mental, misalnya kecemasan, depresi, gangguan bipolar, atau punya masalah insomnia, memiliki risiko lebih tinggi untuk melahirkan pikiran tentang bunuh diri.
Advertisement
Remaja yang mengalami kejadian traumatis atau perubahan besar dalam kehidupannya, misalnya konflik atau perpisahan orangtua, pindah ke kota atau negara lain, keterpurukan finansial, dan mereka yang menjadi korban perundungan (bullying) juga rentan memiliki pikiran bunuh diri.
Faktor yang Tingkatkan Risiko Bunuh Diri
- Gangguan psikologis seperti depresi, gangguan bipolar, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang.
- Perasaan tertekan, mudah marah, dan gelisah.
- Perasaan putus asa dan merasa diri tak berharga yang sering menyertai depresi.
- Pernah melakukan tindakan percobaan bunuh diri.
- Riwayat keluarga akan depresi atau bunuh diri.
- Mengalami pelecehan secara emosional, fisik, atau seksual.
- Kurangnya dukungan, hubungan dengan orang tua atau pertemanan yang buruk, serta perasaan isolasi sosial.
- Orientasi biseksual atau homoseksual di dalam lingkungan keluarga atau komunitas yang tidak mendukung.
- Hidup di lingkungan yang punya stigma terkait pencarian layanan kesehatan mental.
- Hambatan dalam mengakses informasi seputar kesehatan mental.
- Tanda-tanda yang harus diwaspadai
Tak semua orang menunjukkan tanda-tanda yang sama saat berpikir tentang bunuh diri. Namun, beberapa tanda di bawah ini harus diwaspadai.
- Perubahan kepribadian: kesedihan, menarik diri, lekas marah, kecemasan, kelelahan, dan kebingungan.
- Perubahan perilaku: hubungan sosial yang memburuk dan mengurangi keterlibatan dalam aktivitas positif.
- Gangguan tidur: insomnia, tidur terlalu lama, dan mimpi buruk.
- Perubahan pola makan: nafsu makan turun, berat badan turun, atau makan berlebihan.
- Takut kehilangan kendali: perilaku tak bisa ditebak atau menyakiti diri atau orang lain.
- Perubahan fisik atau tak lagi memedulikan kebersihan diri.
- Nilainya di sekolah tiba-tiba anjlok.
- Melontarkan sesuatu yang berkaitan dengan bunuh diri atau kematian.
- Mencari tahu tentang metode bunuh diri dan – atau – mencari cara untuk mendapatkan senjata.
- Berbicara tentang rasa putus asa atau tak ada lagi alasan untuk tetap melanjutkan hidup.
- Perilaku berisiko seperti berkendara ugal-ugalan atau seks tanpa pengaman.
Memperingati Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia tiap tanggal 10 September, mengetahui faktor risiko dan tanda-tandanya bisa menjadi salah satu cara bagi orang tua untuk mencegah keinginan bunuh diri pada remaja.
Setelahnya, lanjutkan dengan tindakan dengan berbagai pendekatan, termasuk membawa anak remaja Anda ke psikolog untuk berkonsultasi.
Penulis : Tamara Anastasia / Klik Dokter
Advertisement